Rabu, Desember 12, 2007

PROJECT #3

DARK BROWN SOFA
VIDEGOSISTEM: Video Ego dan Sistem
KtoK PROJECT #3 APRIL 2007

Oleh: M. Salafi Handoyo dan Ratri Inayatul. B
…Video kanal tunggal itu wujudnya tayangan seni gambar bergerak mirip sinema atau dokumenter yang ditayangkan dalam proyeksi tunggal. Persoalan lalu muncul, tidakkah ini menimbulkan kerancuan bila video (hanya) dimaknai sebagai produk akhir?. Saya ingin memberikan ilustrasi. Di kehidupan sehari-hari kini kita mengenal ponsel 3G yang memungkinkan kita berkomunikasi tatap muka realtime melalui “video call”. Di sini video didefinisikan lebih sebagai (peristiwa) interaktivitas, ketimbang rekamannya. Itu juga terjadi pada video konferensi dan internet dengan fasilitas kamera web (termasuk untuk maksud seni). Sebagai konsekuensi logis terjadilah “artefakisasi” obyek seni yang sebetulnya sudah memasuki wacana immaterial dam kesementaraan?. Dalam diskusi di Bandung, Heru Hikayat, pengamat seni, menengarai alih-alih digitalisasi seni video, boleh jadi bentuk seni itu terjadi sesaat (ephemeral), bak penggalan puisi Kahlil Gibran, sekali anak panah diluncurkan kita tidak bisa lagi mengontrol bahkan menghalanginya….(KOMPAS, MINGGU 18 MARET 2007 - Krisna Murti, seniman video).
Sangat menarik penggalan teks diatas! Tetapi sungguh sayang, apakah kita sebagai seniman muda mau memahami atau mungkin mencoba mengerti? Senirupa telah berkembang cepat bak kecepatan cahaya di dalam ilmu fisika. Akan tetapi Senirupa kita seberapa cepatnya?
Kedua pertanyaan yang saya lontarkan tersebut mungkin memacu banyak opini, atau bahkan emosi. Ada yang bersikap terbuka ada pula yang acuh tak acuh bila membicarakan karya seni video. Mungkin juga meremehkan. Makanan apa tuh video? Aliran baru apa lagi video? Disini saya tidak mau menjelaskan lebih lanjut arti dan pemaknaan karya video.
Dalam perbincangan dengan beberapa teman dari ruangrupa, Jakarta. Mereka menuturkan bahwa karya video di Indonesia belum mencapai kesepakatan: untuk arti, penjelasan, bahkan pemaknaan yang lebih mendalam tentang karya tersebut. Seniman video di Indonesia lebih mementingkan dalam pembuatan karya dan konsep yang mewakili didalamnya daripada sibuk menguak pemaknaan video itu sendiri. Beberapa diskusi terjadi hanya untuk menentukan tahapan, konsep, serta tujuan dalam pembuatan karya video. Bukan berarti rekam kamera yang berartistik tinggi bisa dinamai sebagai karya video art. Mungkin anda kurang puas membaca tulisan saya, akan tetapi yang terjadi di Indonesia bahkan didunia internasional memang demikian. Pemaknaan video atau video art belum menghasilkan pemaknaan yang akurat. Tapi jangan heran apabila dalam kehidupan sehari-hari kita telah bersenggama dengan digitalisasi seni video. Hand Phone, Kamera Digital, Handycame, Televisi, bahkan sekarang di kota Semarang sedang dibangun instalasi Videotron dimana pemkot Semarang menyatakan Videotron tersebut terbaik se-Indonesia? Untuk itu mari kita sebagai generasi yang funky ikut menyemarakkan senirupa dunia dengan mencoba membuat karya video. Salah satu media alternatif dalam berkesenian. Apalagi sekarang sudah ada disiplin ilmu Desain Komunikasi Visual, sudah seharusnya mereka mengakrabkan diri dengan karya-karya digital.
Orang yang lebih tua umurnya diibaratkan adalah orang yang berhenti pada satu titik, sedang yang muda diibaratkan berjalan mengikuti perkembangan jaman (kutipan dalam sebuah Komik Jepang).
Jika kita, yang mengaku-aku anak muda, tidak berjalan mengikuti perkembangan Senirupa sekarang ini, pantaskah disebut dengan seniman muda? Sebuah pilihan alternatif dari hanya bisa meneruskan seni turun-temurun dari nenek moyang. Apakah muda disini hanya diartikan secara biologis saja? Sedangkan jiwanya mengalami stagnasi yang cukup tua. Sehingga berpengaruh didalam karyanya.
Tidak hanya berbekal nekat dan keberanian, seorang seniman bisa berhasil. Terkesan grusah-grusuh, tak tahu arah dan asal tabrak, tanpa memperhitungkan strategi yang benar dan akurat.
Dan satu lagi yang sering terlewatkan oleh perupa muda sekarang ini, mereka selalu berpedoman sebagai penolak sistem dan pejuang marjinalis. Kenapa kita harus memusuhi sistem jika sejatinya kita, dengan sadar atau pun tidak, hidup dan berkutat di dalam sistem.
Sebenarnya hanya orang-orang yang terlalu ekstrim menempatkan diri pada posisi yang mereka anggap sudah sesuai proporsi (penolak sistem dan pejuang marjinalis), yang menganggap sistem hanya sebuah kekonyolan dan mengada-ada. Pandanglah sesuatu dari segala lini, maka akan ada banyak hal yang kita dapatkan.
Tetapi jangan lupa, kita juga harus berhati-hati dengan sistem yang ada. Mampukah kita sebagai seniman muda bernegosiasi dengan sistem tersebut. Dengan catatan khusus, proses negosiasi tersebut haruslah menguntungkan kedua belah pihak.
Sebenarnya kita juga bisa besar karena sistem. Sistemlah yang membuat kita lebih berpendidikan dan lebih tertata. Hidup itu indah tergantung dari sudut pandang apa kita melihat. Begitu juga dengan Senirupa, tanpa sistem tidak akan ada elemen-elemen yang terbentuk seperti galeri, balai lelang, atau bahkan kampus Senirupa. Disinilah diperlukan sebuah proses yang dinamakan negosiasi. Atau apabila hal tersebut tak bisa terjadi, alangkah lebih baik kita berjalan secara mandiri tanpa harus bergantung dengan pihak lain (sistem yang ada).
Kenapa kita tidak mencoba membuka diri dan positive thinking. Sehingga mampu memanajemen langkah kita agar mampu mengikuti dan bernegosiasi dengan sistem. Sebagai contoh beberapa seniman muda yang bekerja sama dengan sistem: Samuel Indratma, seniman muda yang bergerak di dalam kelompok “Apotik Komik” rela bekerjasama dengan pemerintah dan TVRI (sistem) demi keberhasilan propaganda yang ia lakukan. Alhasil kegiatan tersebut diliput oleh beberapa televisi swasta (RCTI, SCTV, ANteve) dan TVRI. Dan beberapa media massa seperti Bernas, Kedaulatan Rakyat, Panji Masyarakat menyiarkan kegiatan seni alternatif itu.
Sistem bukan untuk dilawan, selama sistem tersebut masih berputar sesuai porosnya. Yang harus kita lakukan adalah negosiasi, untuk dapat masuk, mengikuti, atau bahkan mendapatkan percikan finansial. Bila memang sitem tak bisa diajak negosiasi, yang harus kita lakukan hanya menciptakan alternatif-alternatif tandingan untuk mengganti fungsi dari sistem itu sendiri.
KtoK PROJECT #3 hadir dengan konsep Dark Brown Sofa. Menghadirkan iconisasi sebuah obyek benda (sofa) dan merekam gerak tubuh dengan media kamera serta diolah dalam Komputer. Proyek ini lebih ditekankan kepada penguasaan media dan pembelajaran media khususnya photo, digital grafis, dan video (Irfan Fatchu Rahman: Konseptor KtoK PROJECT #3).
Dimotori oleh Irfan Fatchu Rahman. Ketertarikannya dalam dunia video dan photography dimulai ketika ia rajin mengakses Internet. Dia saksikan beberapa karya video seniman muda Indonesia yang berhasil mengikuti ajang festival dunia. Keinginan hanyalah keinginan, mampukah Unnes mewujudkan mimpi-mimpinya ? Walau hanya meminjamkan peralatan berupa LCD dan Laptop untuk sekedar mempresentasikan beberapa karyanya.
Mari kita dukung dan bersikap positif demi kemajuan Senirupa Unnes, sebagai lembaga pencetak seniman di Semarang. Senirupa Unnes tidak bisa disalahkan, hanya saja kurangnya komunikasi dari masing-masing elemen.
Serta begitu panjangnya jarak pembuktian kreatifitas dari masing-masing alumni Unnes di kancah senirupa Indonesia. Ayo, jadikan gerakan senirupa yang terjadi di Unnes menjadi proyek laten sehingga membuat was-was dunia senirupa di Indonesia. Awas Senirupa Unnes mau lewat!
Dan inilah 22 seniman muda yang akan lewat tersebut:
Abikara Widyan. A, Ari Q-Njenk, Diky Aulidzar, Erick Lionel, Fahrudin Fatkhurohom, Irfan Fatcu Rahman, Khori Teguh. A, Mohammad Rofikin, M. Salafi Handoyo(Ridho), Nahyu Rahma. F, Taufan Affandi, Purwo Widodo, Ratri Inayatul. B, Rofian, Singgih Adhi. P, Sungeng Triyanto, Thomas Asep. RP, Edi PB, Rudy Vouller, dan Abdul Aziz. Hadir sebagai pembicara Rizky Lazuardi dan sebagai moderator Adin Hysteria.

Kami mau guyon sedikit, “Menurut anda mengapa Inul Daratista bisa merajai Dunia dangdut dan menjadi selebritis Indonesia ? Tentunya bukan karena, Mbak Inul dari desa kemudian nekat urban ke Jakarta dan mencoba memasuki beberapa industri musik di Ibu Kota. Akan tetapi karena Mbak Inul, sebelum tampil di televisi, dia berusaha menggandakan adegan hotnya, ketika tampil di daerah dalam bentuk video dan di-CDkan dalam jumlah ribuan serta disebarkan di seluruh Indonesia. Dengan videolah Mbak Inul merajai dunia dangdut dan melumpuhkan Jakarta. Disini terbukti bahwa Inul menerobos sistem Industri musik di Jakarta dengan video. Dan Mbak Inul mampu melakukannya.








Tidak ada komentar: