Senin, Desember 17, 2007

RAHASIA KONDOM

MEMPELAI ‘KAN JUGA MANUSIA
Oleh: Maretha. MH


I. Tukon Kelamin
Menurut ilmu ekonomi, pasar adalah bertemunya penjual dan pembeli untuk mengadakan suatu transaksi. Tak harus mempedulikan di mana medannya. Sama juga dengan “Pasar Malam Aku dan Dia” di dalamnya juga terdapat tiga kali transaksi yang wajib untuk dilakukan. Soalnya kalau tidak bisa dipenjara. Transaksi yang tak nyata tapi ada, seperti hantu dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sengaja aku (calon isteri) membeberkan dan mengulas tradisi perkawinan Jawa, yang sebentar lagi aku alami juga, dengan harapan agar dibaca dan – siapa tahu – bisa dijadikan sebagai referensi bagi dua ribu orang (calon) tamu undangan. Tukon Kelamin adalah penggabungan dari kata “tukon” yang mengandung arti jual-beli (transaksi) dan “kelamin” sebagai simbol jender “bibit-bobot-bebet” dalam kehidupan sosial kita.
Memasuki tahapan pertama, transaksi yang harus kita lakukan adalah transaksi antara pihak Temanten Laki–laki dengan pihak Temanten Perempuan. Transaksi antara kedua pihak temanten itu disebut tukon (jual beli).
Di Jawa, khususnya Jawa Tengah, yang budaya ketimurannya kental dengan sopan-santun, unggah–ungguh, dan tata krama masih selalu menjunjung tinggi budaya tukon. Untuk urusan transaksional itu pun masih ewuh-pakewuh, khususnya dari pihak orang tua temanten perempuan. Mereka masih sungkan untuk mengatakan berapa jumlah tukon yang harus diserahkan pihak temanten laki–laki. Pada akhirnya hanya bisa menerima berapapun jumlah yang akan diserahkan orang tua temanten laki-laki, walau terkadang masih nggrundel di belakangnya jika tukon yang diberikan terlalu sedikit.
Dan akan merasa bungah (sampai-sampai seluruh warga Kelurahan tahu!) apabila tukon yang diberikan jumlahnya menakjubkan alias buanyak. Pihak orang tua temanten laki-laki juga akan membusungkan dada, angkat kepala tinggi-tinggi, karena bisa memberi tukon dengan jumlah tak terhitung.
Adapun di daerah lain, misalnya di Jawa Barat, juga marak adanya transaksi antara pihak temanten laki-laki dengan temanten perempuan, hanya sistematikanya yang berbeda. Di Jawa Tengah masih ada ewuh-pakewuh (malu-malu kucing), sedangkan di Jawa Barat dalam transaksi tukon itu terjadi nyang–nyangan (tawar-menawar) secara terang-terangan antara pihak temanten laki-laki dengan pihak temanten wanita. Transaksi yang terjadi lebih seru. Bila harga cocok, terjadilah kesepakatan. Kalo harga tak cocok maka bisa kembali ke rumah masing-masing, tinggal pilih berdoa atau masuk penjara.
Terkadang kebanyakan orang tua beranggapan, bahwa perkawinan harus diawali dan dinilai dari pembahasan masalah bibit-bobot-bebet yang memiliki arti garis keturunan, status sosial dan kualitas diri termasuk kekayaan kedua calon mempelai. Pekerjaan menjadi syarat yang mutlak harus dipenuhi sebelum pernikahan. Sebelum mempunyai pekerjan tetap belum boleh menikah. Maksud dengan pekerjaan tetap itu yang bagaimana? Mungkin sebuah pekerjaan yang menghasilkan pendapatan tetap, rumah tetap, mobil tetap, dan isteri kedua tetap. Itu baru namanya jagoan. Apakah pegawai negeri atau mafia pemerintahan juga sudah bisa dianggap mempunyai pekerjaan tetap? Tetap selingkuh dengan atasannya, tetap bolos kerja dan jalan-jalan di mall, tetap korupsi, dan tetap membohongi rakyat kecil seperti kita. Toh kita sebagai mempelai juga manusia. Juga mempunyai ketetapan seperti mereka. Tetap saling mencintai, tetap saling mendukung, tetap bertanggung jawab, dan tetap bisa meraih masa depan. Bukan hanya mereka yang bisa makan dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan tetap.
Menurut cerita ayahku, “Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainNya. Manusia diberi akal dan pikiran, maka hanya manusia bodohlah yang telah diberikan kesempurnaan berupa akal pikiran, cipta, rasa, dan karsa tidak bisa mempergunakan itu semua dengan baik!”
Kini zaman sudah sangat modern. Konon, demokrasi HAM, kesetaraan jender dan humanisme telah menjadi tata nilai baru. Anehnya – ketika masyarakat semakin cerdas – kalkulasi matematis yang bermuara pada nilai ekonomi, status sosial dan harga diri justru mengunggulkan kriteria bibit-bobot-bebet. Persoalan diskriminasi – secara individu maupun sosial – penghormatan hak dan kemungkinan hadirnya peluang meraih masa depan lebih baik acapkali diabaikan. Padahal, jika kriteria tersebut diterapkan utuh dan berkesinambungan, yang terjadi adalah munculnya kompartemen-kompartemen kelas sosial yang terkotak-kotak. Si miskin hanya boleh menikah dengan si miskin, si kaya dengan si kaya, si bodoh dengan si bodoh, si cerdas menikah dengan si cerdas, dan sang sarjana pun harus menikah dengan seorang sarjana. Sungguhlah kasihan.
Jika hal itu terus berlangsung, dapat dipastikan akan melahirkan kecemburuan dan kesenjangan sosial yang menjurus pada pertikaian, baik secara fisik maupun ideologi. Banyak kasus naik ke pelaminan dengan keadaan perut buncit atau bekas aborsi dengan cerminan kondisi sebagai pemberontakan dengan judul memperjuangkan cinta. Tentunya akan sangat merugikan banyak pihak dan memunculkan berbagai macam kecaman dari pihak-pihak yang berlindung di bawah ketiak moral-agama dan tata-krama. Itu semua hasil dari peperangan antara pejuang cinta dan pejuang harta. Transaksi antara kedua temanten tersebut seolah-olah sebagai transaksi kelamin dimana temanten wanita bisa diajak pergi tidur temanten laki-laki setelah ada transaksi secara resmi kedua keluarga. Supaya semua pihak puas dan bangga. Juga berharap mendapat penghargaan yang sah oleh para tetangga. ”Bapak-Ibu ini SAH…?” Maka semua akan berteriak dengan semangat empat limanya: “SAHHH…!!!”

II. Pleasure Tamu Undangan
Kedua adalah transaksi antara yang punya hajat dan tamu undangan. Sang punya hajat tentunya akan memberikan suguhan hiburan dan hidangan demi untuk memuaskan tamu undangan yang hadir. Dengan kapasitas yang sangat mewah dionok-onokke (diadakan dengan terpaksa). Tamu undangan pun semestinya tahu diri, untuk menghadiri sebuah hajatan harus nyumbang dan ngonokke. Akan tetapi pada perkembangannya ada karakter tamu yang lebih anarkis daripada tahu diri. Sudah tahu menunya seharga dua puluh ribu nyumbangnya lima ribu (bercanda lo.., maaf). Transaksi antara yang punya hajat dan tamu undangan memang sangat sensitif. Dari ribuan orang yang datang semuanya ingin berperan sebagai infotaintment. Menghadirkan berita-berita hangat, memburu kesaksian, bercerita, meneliti, serta menekan secara vulgar. Toh mempelai ‘kan juga manusia.
Temanten bagaikan bintang top dan selebriti, ribuan pertanyaan disodorkan. Mulai dari memakan biaya berapa untuk menggelar hajat seperti ini? Sudahkah keduanya bekerja? Habis ini mau tinggal di mana? Sudah punya rumah belum? Sampai dengan pertanyaan, malam pertama mau pakai gaya apa? Gaya gulat atau berenang; gaya katak pun boleh. Terserah kami toh, yang pasti suamiku bisa merubuhkanku dalam keringat kenikmatan. Jangan sampai saling sekap dan saling banting sebab kita hanya punya guling, belum sempat beli ranjang. Maklum begitu sibuk di proyek (maaf…, bercanda lagi).
Hajat bersifat syukuran. Sujud syukur atas karunia dan rezeki yang Tuhan berikan. Semuanya dari tamu undangan, untuk tamu undangan, dan oleh tamu undangan. Perwujudan demokrasi sebuah pernikahan. Sekiranya aku dan calon suamiku hanya bisa mengucapkan ratusan juta miliar ribu terima kasih, jangan diambil hati. Kami juga sangat mengharapkan kehadiran seluruh tamu undangan. Karena kehadiran Bapak\i Sdr\i merupakan kebahagian bagi kami yang tak ternilai harganya (pokoknya semuanya memakai bahasa pasar).

III. Hidangan di Ranjang
Memasuki pembahasan yang ketiga adalah transaksi Aku sebagai istri dan Dia sebagai suami. Sedikit vulgar, porno, dan kehewan-hewanan. Dari mulai buruh, pembantu, tukang becak, dokter, polisi, curanrek, kontraktor, guru, pemuka agama, tentara, pegawai negeri, wiraswasta, mafia, sampai dengan orang terkaya yang memiliki ribuan SPBU. Semuanya wajib melakukan transaksi ini. Sang istri haruslah cantik, wangi, kulitnya bersih, luluran dulu sebelum bercinta, pandai memasak, disiplin mengurus manajemen keluarga, mampu mengurus anak, sampai dengan adegan terpanas di ranjang. Kalo ada yang tak dilaksanakan, maka tamatlah ceritanya. Tentunya untuk semua itu sang suami haruslah memberikan cek dalam jumlah dua juta per bulan, minimal. Kalo tidak silahkan nanti malam tidur di sofa ditemani kecoa. Untuk angka dua juta per bulan di saat seperti ini tidaklah mudah, akan tetapi demi sebuah pleasure yang lelaki dapatkan, masih terlalu murah. Harusnya lebih, minimal satu miliar per bulan. Itu baru setimpal.
Lebih indah menggunakan pemahaman manusia. Tanpa harus ditunggangi semangat dagang atau makelaran. Kita sebagai suami istri sudah seharusnya saling mengerti dan memahami. Bekerjasamalah di setiap kesempatan bukan hanya di ranjang saja. Berhati-hatilah saling menjaga perasaan, jangan sampai bertengkar gara-gara ucapan yang menyakitkan. Usahakan setiap ada kesempatan saling memberikan pujian agar pasangan kita lebih bersemangat. Masih banyak hal yang dapat dilakukan untuk membangun sebuah keluarga bahagia. Tanpa harus saling menyakiti.
Semoga nantinya kami sebagai sepasang suami-istri, mampu tak sekedar memberikan contoh akan tetapi berusaha keras untuk selalu mendidik serta menceritakan perjuangan cinta aku-dia yang indah di mata aku-dia dan Tuhan. Harapan kami berdua transaksi tersebut dapat berjalan dengan lancar dan saling menguntungkan. Segala perbedaan yang kami miliki harus berperan sebagai bunga-bunga rumah tangga. Dan menghasilkan semangat diskusi yang positif.
Semoga transaksi ini menghasilkan buah hati (anak). Doaku sebagai seorang isteri semoga dapat membahagiakan suami dan anakku. Aku tak mau anakku kurang kasih sayang, tak mengetahui siapa kedua orang tuanya hanya karena aku-dia sama-sama sibuk mencari nafkah. Tak layak kiranya aku-dia menghindari merawat anak karena badan letih dan lemah, smoga.
Bila saatnya sudah tiba aku akan dipanggil Ibu dan dia akan dipanggil Ayah. Sudah mampukah aku-dia? Sudah beranikah aku-dia? Sudah kuatkah aku-dia? Apabila jawabnya sudah, maka dekatkanlah hati aku-dia dan anakku dengan Tuhan. Biarkan keluarga ini beribadah dengan rasa cinta dan kasih sayang. Sedangkan bila jawabnya belum, kita harus mengintrospeksi ulang, mengapa kita menikah? Dengan siapa kita menikah? Untuk apa kita menikah? Dan satu pertanyaan yang sangat sakral, mengapa aku-dia ada di ranjang ini?
Jangan terlalu lama mengintrospeksi diri. Karena umur anak kita akan semakin bertambah. Ini semua bukan sekedar introspeksi atau modal materi. Akan tetapi transaksi suami-istri yang harus disepakati harganya, barangnya, ranjangnya, dan siapa pelakunya sejak awal.
Berbahagialah bagi mereka yang masih belum diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bertransaksi di atas ranjang. Kesendirian bukan berarti kesialan, mungkin kesendirian itu juga menyenangkan. Tapi jangan sampai waktu kita habis terbuai dengan kenikmatan menjadi seorang jomblo. Karena kita telah ditakdirkan untuk hidup berpasang-pasangan (makhluk sosial).
“Dan di antara bukti-bukti kebesaran Allah, telah diciptakan istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar – Ruum 21)
Itulah sebuah fenomena yang terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Transaksi yang terjadi di pasar dan transaksi antara pihak temanten laki-laki dengan pihak temanten wanita: Tukon Kelamin dan Hidangan di Ranjang.
Bilamana tukon kelamin benar-benar ada, alangkah baiknya jangan terlalu bersemangat untuk mendapat keuntungan banyak. Karena kita semua pada akhirnya akan menjadi satu keluarga. Sedangkan hidangan di ranjang alangkah baiknya dimaknakan sebagai sebuah hubungan simbiosis mutualistis, saling menguntungjkan satu sama lain. Mampu mendekorasi ruang kamar dengan hiasan keringat-keringat puas dan nikmat. Saling memberi dan saling menerima (take and give). Lestarikanlah hubungan yang seharusnya indah serta kehewan-hewanan ini. Hubungan yang juga mengharuskan prinsip kehati-hatian dan menuntut kita untuk mau selalu belajar dan menerima. Hindari menilai orang dari penampilan saja, siapa tahu dia adalah malaikat Utusan Tuhan. Saling menghargai adalah modal utama kelanggengan sebuah hubungan (relationship). Aku-dia sadar, bahwa aku-dia adalah anak manusia yang bertugas menjadi wayang saja. Sedangkan dalang dan sutradaraNya ada di sana dan selalu mengawasi kita. Jangan hanya berani mengkritik dan menjelek-jelekkan wayangnya saja. Sekali-kali kalau berani kritik dalangnya juga. Mempelai ‘kan juga manusia.
Selamat mencoba dan menyongsong masa depan. Burulah kenikmatan di mana saja. Yang belum resmi jangan lupa wujudkanlah cintamu dengan bahasa kondom. Sebelum menikah alangkah baiknya kita uji coba dahulu. Siapa tahu barang suami kita kualitasnya tak memuaskan (he he he…). Mempelai wanita ‘kan juga manusia.
Terimakasih.

Kamis, Desember 13, 2007

SENIRUPA SEMARANG SAAT INI

KtoK PROJECT SEMARANG


Oleh: M. Salafi Handoyo (Ridho)


Dalam lima tahun terakhir, Semarang tak pernah menelorkan nama hebat dalam senirupa Indonesia bahkan dunia. Khususnya untuk seni dalam media eksplorasi. Dan seharusnya dapat dijadikan contoh bagi generasi saat ini. Sedangkan laju seni saat ini sangat cepat. Ditandai dengan munculnya visual baru: foto, video, digital, printing, obyek, stret art, performance art, sound art serta karya non konvensional lainnya.
Proyek seni dengan nama KtoK PROJECT. Dimana nama dan ide awal lahir dari pemikiran seorang pemilik ruang pamer yang ada di Semarang, yang pada awalnya beliau bersikeras tak mau disebutkan identitasnya.
Project #1, muncul dengan Heroisme. Tema kepahlawan diusung sebagai motivasi individu dalam bersikap positif di lingkungannya. Project #2, dengan Komedi putar, plesetan dari kata Komidi Putar. Sebuah obyek mainan selalu hadir di pasar malam, sebagai penanda anak muda yang energik, seenaknya, tetapi dengan pasti melangkah. Project #3, Dark Brown Sofa. Menghadirkan iconisasi obyek sofa dan gerak tubuh direkam menggunakan kamera serta diolah dalam komputer. Project #4, Sakit? Di Komik Aja! Menghadirkan visual komik yang di aplikasikan ke dalam benda di ruang kos. Project #5, mencoba lebih memahami dunia seni anak muda dengan ungkapan: Senirupa Hidupku, Semarang Kotaku, dan KtoK PROJECT Semangatku!
Kalimat Senirupa hidupku, harus dijadikan pendorong semangat seorang seniman dalam berkarya sehingga tak sia-sia. Bahasan sebuah karya seni, mengingatkan kita kepada pendapat seorang seniman besar:
“Dimana bila seorang seniman membuat suatu barang seni, maka sebenarnya buah keseniannya tadi tidak lain dari jiwanya sendiri yang kelihatan. Kesenian adalah jiwa ketok. Jadi kesenian adalah jiwa.
Jadi kalau seorang Sungging membuat sebuah patung dari batu atau kayu maka patung batu atau kayu tadi, meskipun menggambarkan bunga, ikan, burung, atau awan saja, sebenarnya merupakan gambar jiwa.
Dalam patung, ikan, burung, atau awan tadi kelihatan jiwa sang Sungging dengan terangnya.
Sama kalau saudara bisa mengenal si A, si B, dan si C. Kalau saudara melihat surat atau tulisan mereka, begitu juga kita bisa melihat: Goethe, Shakespeare, Dante, dan Frank Capra, kalau kita melihat tonil-tonil atau film mereka.
Jadi kalau kita kagum karya beberapa seniman, sebenarnya yang kita kagumi bukan karyanya, tetapi jiwa seniman yang membuat karya kesenian tadi.
Tetapi sebaliknya kalau kita tidak bisa kagum pada karya-karya kesenian seseorang, itu sebenarnya disebabkan oleh si pembuat tadi tidak mempunyai jiwa yang mengagumkan.
Jiwa apakah yang bisa mengagumkan? Ialah jiwa yang besar! Dan jiwa apakah yang tak bisa mengagumkan? Ialah jiwa yang kecil!
Jadi ini sudah suatu hukum alam bahwa hanya suatu jiwa yang besarlah yang bisa menciptakan kesenian yang besar.
Sekarang hanya terletak pada seniman-seniman muda bangsa Indonesia sendiri. Kalau dia hendak membuat sesuatu janganlah menyangka bahwa kebesaran sesuatu itu terletak pada hebatnya cerita, pada motif, atau muluk-muluknya titel, tetapi lebih baik peliharalah jiwa muda dengan jalan: Berani hidup, berani melarat, cinta kebenaran, berjuang untuk kebenaran, meskipun musuh dewa sekalipun, tetap sederhana, tetapi kalau perlu angkuh sebagai garuda”. (Sudjojono: Seni Lukis, Kesenian, dan Seniman – Indonesia Sekarang, Yogyakarta 1946) Dikutip dalam buku SENIRUPA MODERN INDONESIA Esai-Esai Pilihan / Aminudin TH Siregar, Enin Supriyanto).
Ayo! Kita harus memilih. Untuk tetap menjadi seniman yang berjiwa kecil, atau seniman berjiwa besar. Bahkan barangkali mampu menciptakan alternatif yang harus angkuh sebagai garuda muda?
Proyek ini diikuti 20 seniman muda perevent, dengan peserta berumur kisaran 20 sampai dengan 25 tahun. Perkembangannya seniman yang terlibat dalam KtoK PROJECT #1 - #5 mencapai 50 orang.
Munculnya pemberitaan di media massa tentang KtoK PROJECT 2007, Kos-to-Kos, dimana menggunakan ruang pamer berupa kos/kontrakan mahasiswa sebagai ruang alternatif. Memunculkan semangat baru, pemikiran baru, dan langkah baru bagi seniman muda.
Menciptakan alternatif baru, propaganda dalam mengubah situasi stagnan di lingkungannya. Menuai hasil yang maksimal, terbukti mampu mengubah beberapa segmen untuk lebih aktif dalam mengkritisi, memberitakan, mendukung, bahkan bersaing dengan KtoK PROJECT. Dan bagi anak-anak muda ini, Semarang mulai terasa sebagai kota yang nyaman untuk berkreatifitas.
Semarang salah satu kota besar, memiliki aktivitas perdagangan cukup energik, karena keberadaan pelabuhan besarnya. Sehingga menarik pedagang dari manca negara pada waktu itu (etnis cina dan etnis arab) untuk mampir berdagang bahkan beranak-pinak membentuk kelompok minoritas. Perkembangannya kelompok minoritas tersebut berubah menjadi kumparan massa berskala besar.
Tak hanya perdagangan, sistem pemerintahan, serta tatanan kota, tetapi berpengaruh pula pada perubahan menuju pembentukan karakter budaya modern. Perdagangan dan perekonomian yang digawangi oleh Etnis Cina. Dengan sirkulasi uang cukup besar, seharusnya mampu memunculkan segmen pendukung bagi perkembangan senirupa yang kuat.
Potensi untuk menuju kearah yang lebih baik memang ada. Tetapi mungkin karakter individu yang diberi kesempatan untuk menjadi segmen senirupa tersebut, belum mampu berjalan dengan lurus.
Indonesia sebagai negara besar membutuhkan semangat kerja keras, agar seniman di daerah mampu memberikan ragam cirikhas dalam citraan visual senirupa. Perbaikan dalam pembentukaan jejaring dan Infrastruktur, membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana yang ekstra besar. Sehingga sangatlah minim kekuatan seniman pada waktu itu untuk memacu diri. Hal ini juga sangat terasa di Semarang.
Segmen seperti pemerintah, museum, media massa, balai lelang, galeri, rumah seni, instansi pendidikan, lembaga seni, dan beberapa segmen yang terbentuk dari masyarakat seperti ahli seni, kritikus seni, pasar (kolektor), seharusnya yang bertanggung jawab penuh untuk perkembangan dan kesempatan mendunia bagi seniman muda ini?
Tetapi dalam praktiknya tanggung jawab tersebut lebih banyak diambil beberapa komunitas atau lembaga seni seperti Yayasan Kelola dan Ruangrupa Jakarta, serta Rumah Seni Cemeti Yogyakarta. Mereka berusaha secara sportif memberikan kesempatan dan pengajaran bagi seniman muda melalui program-programnya menuju arah pengkajian dan pengembangan, baik untuk pekerja atau seni itu sendiri.
Hal ini bisa bandingkan dengan ruang-ruang seni yang ada di lingkungan kita (daerah lain). Sudah mampu bertanggung jawabkah, praktik visi dan misi ruang-ruang tersebut kepada publiknya?
KtoK PROJECT adalah langkah awal sebagai tonggak perubahan menuju arah lebih baik. Selain itu, latar belakang diadakan proyek ini adalah sebagai solusi bagi permasalahan senirupa kota yang didominasi oleh seni lukis. Banyak seniman menekuni bidang seni lukis, tanpa adanya kesempatan lebih baik selama bertahun-tahun. Mungkin juga karena Semarang belum memiliki segmen yang kuat untuk seni lukis seperti halnya Bali,Yogyakarta dan Jakarta. KtoK PROJECT lebih secara luas menjoba mengkaji ilmu-ilmu lain dalam seni, selain seni lukis. Dan mencari peluang-peluang baru bagi seniman muda untuk mendunia.
Permasalahan yang kedua, komunitas atau pekerja seni yang lebih dulu ada, lemah dalam pendokumentasian, penyimpanan data, serta manajemen kegiatannya. Sehingga tak mampu bertahan lama untuk membangun kesempatan dan kerja jejaring dengan komunitas lain. Hal tersebut menyulitkan kami sebagai generasi muda untuk mencari referensi dan pembelajaran bidang seni.
Sedangkan target proyek ini, difokuskan sebagai motivator dan daya tarik. Untuk menumbuhkan minat anak muda dalam mengeksplorasi bidang ilmu senirupa seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan mampu membantu seniman muda dalam berkonsentrasi menjadi seniman profesional. Sehingga mereka dapat menentukan pilihan dan bernegosiasi dengan segmen seni.
Saya tegaskan! Dalam dunia senirupa, seniman muda hanya mempunyai dua pilihan:
Pilihan pertama, mampu bernegoisiasi dengan segmen seni. Dengan catatan antara seniman dan segmen seni tersebut harus saling menguntungkan. Kondisi ini yang biasanya sangat sulit dipraktikan. Tendensi secara pribadi kerap melahirkan sikap menuju eksploitasi sepihak kepada seniman.
Pilihan kedua, apabila tidak mau bernegosiasi dengan segmen tersebut, maka yang harus dilakukan adalah menciptakan alternatif-alternatif sebagai tandingan. Kondisi ini juga memerlukan daya upaya ekstra besar. Kita harus mampu menggantikan fungsi segmen seni yang ada secara alternatif.
Ciptakanlah seni alternatif, ruang alternatif, sistem alternartif, media alternatif, sumber dana alternatif serta fungsi lainnya. Sehingga kita mampu berkreatifitas secara mandiri, dengan catatan tetap berkualitas. Mari kita sama-sama berfikir, terus berfikir, sambil berupaya bagaimana caranya seorang seniman tak hanya mampu dalam menciptakan sebuah karya. Tetapi ia juga mampu menciptakan ruang untuk memamerkan dan juga pasar untuk karyanya sendiri?
KtoK PROJECT tentunya belum bisa untuk dinilai, sudah berhasil atau belumkah, sebagi praktik fungsi alternatif tersebut? Karena ini semua adalah langkah awal dan berjalan dengan spontan di Semarang.
Tetapi dalam perkembangannya KtoK PROJECT mendapatkan respon positif dari beberapa ahli seni, yang kemudian diikutkan serta didukung dalam beberapa event.
-KtoK PROJECT dalam Seminar Nasional Membangun Dinamika Senirupa Indonesia. Galeri Nasional Indonesia. 11 – 13 Juli 2007, Jakarta Indonesia
-KtoK PROJECT dalam Festival Tanda Kota. 15-30 November 2007, Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki Jakarta.
-KtoK PROJECT artists talk di BBC International Radio.
25 November 2007, Jakarta Indonesia.

-KtoK PROJECT dalam Biennale Jogja IX 2007. NEO – NATION. 28 Desember 2007, di Jogja National Museum, Yogyakarta Indonesia.
-KtoK PROJECT didukung oleh Hivos people unlimited. Dalam program pembuatan buku, mengenal dan membongkar lebih dalam KtoK PROJECT. Disebarluaskan secara regional, nasional, dan internasional.
Awal mula dalam persiapan KtoK PROJECT #2, lahirlah sebuah organisasi bernama BYAR Creative Industry. 24 Desember 2007, di kota Semarang. Pada perkembangannya organisasi inilah, yang bekerja keras untuk mengenalkan, mendukung, dan memanajemen kinerja KtoK PROJECT. Proyek ini telah berakhir pada tanggal 10 Desember 2007 lalu.
Tetapi tugas BYAR Creative Industry masih belum berakhir. Ditahun 2008, organisasi ini masih bertanggung jawab untuk mempublikasikan, memamerkan, serta menerbitkan sebuah buku yang didedikasikan untuk semua peserta KtoK PROJECT. Dan program ini mempunyai target, mengenalkan KtoK PROJECT sebagai referensi seni untuk anak muda secara regional, nasional, dan internasional. Semoga!
Tercatat seniman muda yang terlibat di dalam KtoK PROJECT adalah:
M. Salafi Handoyo (Ridho), Ratri Inayatul. B, Mohammad Rofikin, Rudy Vouller, Singgih Adhi. P, Edi. PB, Okky Noviyanto, Titis, Dian, Alfiah, Nasay Saputra, Asep Herman, Juwandi. A, Nahyu Rahma. F, Fahrudin Fatkhurohim, Abikara Widyan. A, Ari Q-Njenk, Irfan Fatchu Rahman, Robby, Martya Dyah Purnamasari, Aris Pradianto, Surya, Catur, Rofian, Khori Teguh Ariyanto, Adinda Surya. A, Rangga, Diky Aulidzar, Erick Lionel, Taufan Affandi, Purwo Widodo, Sugeng Triyanto, Thomas Asep. RP, Abdul Aziz, Fitricha, Siti Noor Aisyah, Lainufara, Fajar A, Firman TS, Kurniawan AU, Dian PW, Anis Sukama, Dhilla Buy, Andan Styoko, Adin, Lanang Q. Wibisono , Fian Fifi, Bagus. T, dan Lina Nurdiana.
Besar harapan, beberapa seniman muda diatas akan selalu aktif dan produktif dimasa yang akan datang. Sehingga jarak kreatif antar generasi tidak semakin panjang. Dan setiap tahunnya memunculkan seniman muda yang berpotensi.
Untuk menutup tulisan saya kali ini, ada hadiah coretan kecil untuk kalian semua:
Nama KtoK PROJECT, pesertanya anak-anak muda.
Merealisasikan mimpi lewat karya, untuk bersaing dengan seniman dunia.
Bukan hanya gerakan berontak dalam seni, dan bukan hanya propaganda untuk mengenalkan diri.
Melainkan alternatif tandingan menemukan jalan sendiri, sebagai penyeimbang seni yang hanya bersifat komersil.
Dibalik pentingnya seni komersil, seni juga perlu dipelajari, diteliti, dikembangkan dan dibongkar.
Sebagai catatan untuk generasi berikutnya, agar mereka memiliki referensi dalam berkarya.
Tak beda jauh KtoK PROJECT, alangkah lebih baik diperiksa, ditanyai, dan dipelajari.
Daripada harus didakwa, ditampar, dimarahi, dan ditolak.
Yakin dan berapi-apilah, kita disini juga memiliki potensi, untuk bersaing bersama mereka.
Kalau bukan kita siapa lagi, untuk mengenalkan Semarang lewat karya.
Dan kami menantikan hadirnya seorang pahlawan, mendukung anak muda tanpa tendensi berlebihan.
Karena kami akan lebih menghargai, segmen yang jelas dalam visi dan misi!
(M. Salafi Handoyo/Ridho).
Terima kasih.

PROJECT #5

SENIRUPA HIDUPKU SEMARANG KOTAKU KtoK PROJECT SEMANGATKU
KtoK PROJECT #5 Desember 2007

Oleh: M. Salafi Handoyo (Ridho).

Beberapa anak muda, umur berkisar 23 tahun, Mahasiswa Senirupa UNNES melakukan propaganda senirupa perdwibulanan dalam kurun waktu satu tahun. Menggunakan kos atau kontrakan mahasiswa sebagai tempat altenatif dalam proses kreatif.
KtoK Project #1 pada bulan Desember 2006, KtoK Project #2 pada bulan Februari 2007, dan KtoK Project #3 pada bulan April 2007, KtoK Project #4 pada bulan Oktober 2007, dan yang terakhir KtoK Project #5 pada bulan Desember 2007.
Project #5, mencoba lebih memahami dan membongkar dunia anak muda dengan ungkapan: Senirupa Hidupku Semarang Kotaku dan KtoK PROJECT Semangatku! Dan juga memunculkan kecintaan anak muda kepada KtoK PROJECT itu sendiri. Dengan harapan proyek seni ini dapat menjadi proyek laten sehingga mampu membuka peluang bagi perkembangan seniman muda khususnya di Semarang (M. Salafi Handoyo Ridho: Konseptor KtoK PROJECT #5).
KtoK PROJECT semangatku, semangat propaganda untuk anak muda dalam berkesenian, membangun jejaring, berambisi, bekerjasama, kolektif, dan berkeringat. Mencoba mandiri membentuk fungsi alternatif, agar sebagai seniman muda tidak terlalu bergantungkan diri.
Semangatlah yang tentunya mendasari keberhasilan ini. Tanpa semangat dan kerja keras, gerakan kreatif apapun hanya omong kosong. Bila suatu saat ada yang bertanya: KtoK PROJECT siapa pemiliknya? Dengan besar hati kita menjawab: Yang mampu membesarkan KtoK PROJECTlah pemiliknya, yaitu kita semua!
Tentunya membesarkan KtoK PROJECT dari kecil hingga seperti sekarang memakan biaya dan tenaga ekstra. Semangat untuk maju dan manajemen yang tepat agar gerakan kreatif seperti ini tak sia-sia.
KtoK PROJECT #5 adalah putaran terakhir untuk sebuah proyek seni dalam waktu satu tahun, 2006 – 2007. Agar proyek ini bisa dijadikan bahan pembelajaran, maka program satu tahun kedepan 2008 – 2009, data KtoK ROJECT akan disusun menjadi sebuah buku sebagai dedikasi untuk dunia senirupa dan tanda terimakasih untuk seluruh seniman muda yang terlibat.

PROJECT #4

Sakit? Di KOMIX Aja!
KtoK PROJECT #4 OKTOBER 2007



Oleh: Irfan Fatchu Rahman



KtoK PROJECT is back! Sepertinya itu semangat yang menyertai pembukaan pameran KtoK PROJECT #4. Sakit? Di KOMIX Aja! Bagaimana tidak? Sudah cukup lama juga, 4 bulan kegiatan KtoK vakum. Kevakuman ini dikarenakan kesibukan kami sebagai mahasiswa Senirupa Unnes dan aktivis KtoK, terutama angkatan saya. Yang dihebohkan dengan persoalan ujian dan KKN saat itu. KtoK PROJECT seharusnya terselenggara pada bulan Juli tetapi harus diundur pada bulan Oktober 2007.
Pameran KtoK PROJECT #4 kali ini menyajikan karya komik yang mengusung tema pendidikan. Mengkritisi dan mencari solusi dunia pendidikan yang dekat dengan kita. Tapi bukan sekedar komik yang biasa kita temui. Komik kali ini adalah karya komik aplikasi. Menggunakan barang-barang yang ada di kos/kontrakan mahasiswa seperti:
helm, gitar, t-shirt, jacket, boxer, sandal jepit, jam dinding, dispenser, kanvas, juga ada bed cover, piring, mangkuk, gelas, buku, lampion, rokok, botol, genting sebagai media pengganti kertas yang selama ini umum digunakan untuk mengkomik (Mohammad Rofikin: Konseptor KtoK PROJECT #4).
Tidak seperti pembukaan pameran KtoK sebelumnya. Kali ini tanpa adanya pembukaan secara resmi. Selepas pukul 19:00 WIB audience mulai berdatangan, ada yang datang ketika display pukul 17:30 WIB. Ada juga pada waktu pembukaan. Puncak banyaknya arus audience pukul 20:00 WIB. Massa yang datang dari dua penjuru memadati ruang pamer rumah catdog communitart jl. Banaran Raya Gunung Pati Unnes.
Well, ditambah sedikit ada gangguan dikarenakan listrik rumah catdog sering mati, tidak kuat daya. Untuk acara pembukaan pameran KtoK tersebut. Beberapa hari kemudian penyebabnya ditemukan: ada salah satu kabel yang membuat korsleting sebagai pemicu sering matinya lampu.
Perasaan puas dan tidak, menghinggapi para aktivis KtoK PROJECT. Kali ini wartawan tidak datang dalam pembukaan, mungkin besok baru datang meliput. Acara pembukaan KtoK kali ini juga tidak menggelar diskusi.
21 seniman muda yang terlibat dalam proyek ini adalah:
Fitricha, Ari Q-Njenk, Rofian, Taufan Affandi, Edi. PB, Siti Noor Aisyah, Singgih Adhi. P, Ratri Inayatul. B, Irfan Fatchu Rahman, Lainufara, Okky Noviyanto, Khori Teguh. A, Abikara Widyan. A, Fajar. A, Adinda Surya. A, Nahyu Rahma. F, Firman. TS, Mohammad Rofikin, Rangga, M. Salafi Handoyo (Ridho), dan Kurniawan Tom. AU.
Meskipun begitu, acara ini tetap menghadirkan magnet bagi anak muda Senirupa Unnes yang lain. Salah satu proyek seni yang mampu dijadikan pembelajaran dan referensi. Tujuan KtoK kini membawa misi pembelajaran seni dari dan untuk anak muda.
Well, KtoK PROJECT is back! And we'll be back on End 2007 - KtoK PROJECT #5.
Just wait n see! Support our local act.

PROJECT #2

KOMEDI PUTAR
KtoK PROJECT #2 FEBRUARI 2007

Oleh: Ratri Inayatul Basyarah
KtoK PROJECT #1 selesai pada pertengahan Desember 2006. Cukup sukses bila dilihat dari bentuk awal gerakan seniman muda di Semarang. Walaupun di kota lain mungkin sudah pernah ada konsep seperti ini, tepatnya Ruang-per-Ruang di Yogyakarta. Proyek seni dengan cara berpindah antar rumah seniman. Sesuai rencana awal, KtoK PROJECT akan berlangsung sampai 5 kali. Dan tetap menggunakan kos/kontrakan mahasiswa.
KtoK PROJECT #1 sudah terlaksana, sekarang kita mulai berkonsentrasi pada proyek selanjutnya, KtoK PROJECT #2.
Tanggal 20 Desember 2006, berlangsung diskusi dengan beberapa peserta KtoK PROJECT di rumahku. Mereka bertanya bagaimana persiapan teman-teman untuk KtoK PROJECT #2?
Sempat resah juga, belum pernah bertemu teman-teman sebelumnya, khusus untuk diskusi KtoK. Biasanya mereka kumpul malam hari, sedangkan aku bila malam harus segera pulang ke rumah. sampai hari inipun belum lahir kesepakatan perumusan konsep proyek kedua tersebut.
Mungkin karena khawatir KtoK PROJECT #2 tak jalan, Ridho dan Nasay memberikan masukan: kalo memang menunggu teman-temanterlalu lama, kalian tentunya mampu mengatasi sendiri! (Latri dan Rofikin ).
Ternyata tanpa sepengetahuanku sudah mulai ada kegiatan diskusi tentang proyek ini. Jadinya aku tak usah repot bergerak.
Aku belum pernah dengar secara langsung, pendapat teman-teman tentang proyek ini. Dari M. Rofikinlah yang rajin cerita. Soalnya aku tak bisa setiap waktu ada di atas, Unnes. Biarlah di Unnes dikoordinasi teman lain. Aku cuma mempermudah untuk jadi penyambung lidah dari bawah, Semarang. Memang urusan atas dan bawah membikin repot! Kalau salah pegang dan mengendalikan bisa fatal akibatnya.
21 Desember 2006, aku sempatkan diskusi dengan M. Rofikin, bagaimana persiapan temen-temen buat project ini? Ada beberapa temanku yang mulai berpendapat: Misalnya Okky Noviyanto punya konsep masalah cinta, sedikit melankolis. Tetapi, menurutku masalah cinta juga halal untuk dijadikan konsep.
Disusul Edi. PB konsep masalah penghijauan. Apapun idemu, okelah! Sampai tulisan ini mulai miring belum ada kesepakatan juga dantara kita untuk konsep proyek seni ini. Ternyata susah juga menentukan konsep? Mungkin juga otak kita lagi pada ‘cuntel’.
Maklum profesi kita sebagai seniman muda sangat menyibukkan? Ada yang sibuk buat tugas, ada yang sibuk dengan masalah registrasi, ada yang sibuk masalah ujian, ada juga yang sibuk was-was akan diputusin pacarnya, sampai sibuk masalah bersiasat agar tak ditolak calon mertua. Maaf ya… yang merasa? Maklum bulan ini memang menjelang masa ujian semester, jadi semuanya jadi membikin pusing.

Tapi dari diskusi berdua itu aku jadi berfikir: Di saat otak pada ‘cuntel’ kita tetap punya tanggung jawab di proyek ini. Kenapa kita tak menerapkan konsep yang sederhana dan tak terlalu rumit di proyek ini? Kenapa tak dibuat serba senang? Akhirnya muncul konsep Komedi Putar di benakku. Komedi Putar adalah sebuah plesetan dari Komidi Putar sebuah obyek mainan yang biasa ada dalam ruang pasar malam. Berbentuk lingkaran, terdiri dari berbagai macam mainan berbentuk binatang dari kayu atau plastik yang bisa ditunggangi. Lingkaran itu bisa berputar sehingga membuat si penunggang di dalamnya seolah-olah berada di dimensi lain.
Kalau kita berada di dalam Komidi Putar tersebut, seakan-akan kita berada dalam dunia sementara, dunia yang mengajak kita bahagia walau hanya hitungan detik. Dunia bahagia itu berlangsung, disesuikan dengan banyaknya uang yang kita bayar untuk harga karcis. Bila penjaga Komidi Putar menghentikannya. Maka seketika berhenti pula kebahagiaan kita.
Pada akhirnya penjaga karcis, penunggang, pengunjung pasar malam serta segala sesuatu yang ada di luar komidi putar berhenti untuk tersenyum.
Komidi putar membuat kita belajar di dalam kehidupan. Cara kerja Komidi Putar tentunya berputar, dari perputaran tersebut penunggang bisa melihat keadaan sekitar secara bergantian. Sehingga mampu mempengaruhi panca indera untuk melihat satu obyek dari berbagai macam sisi secara cepat. Jika segala sesuatu yang ada di sekitar Komidi Putar adalah simbol dari masalah kehidupan yang harus kita hadapi, maka kita seharusnya menyelesaikannya dengan senyum dan waktu yang singkat. Agar tidak menimbulkan masalah baru lainnya. Kecepatan dan senyum itulah yang mampu memposisikan kita sebagai manusia terdepan
(Ratri Inayatul. B: Konseptor KtoK PROJECT #2).
24 Desember 2006, konsep Komedi Putar telah beredar. Mereka merespon secara positif. Tak lama setelah itu, M. Rofikin berunding dengan beberapa calon peserta. Dia berusaha menyampaikan secara transparan ideku ke teman-teman lain. Tentunya mereka setuju mengenai masalah konsep proyek tersebut. Mereka lebih tertarik dengan rencana pameran yang akan diadakan daripada pembahasan konsep dasarnya. Padahal kita semua wajib belajar untuk merancang sebuah konsep, agar kegiatan senirupa di Semarang lebih berbobot seperti Jakarta, Bali, Jogja, dan Bandung.
Dalam proyek kali ini, biaya yang dibutuhkan berdasarkan rincian sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupaih). Biaya untuk undangan, postcard, konsumsi, spanduk, dan katalog.
Secara pribadi aku, Ratri. IB ingin membuat karya berupa lampion yang warna-warni. Kemudian Nasay Saputra berencana, membuat karya topeng-topeng ekspresi wajah, ada lagi dengan karya miniatur pesawat terbang.
Kalu kita diskusi bertiga, banyak memunculkan ide kreatif. Rencana awal aku, Ridho, dan Nasay berencana menciptakan satu ruangan yang berbeda dari karya peserta lainnya. Menggunkan ruang dapur di belakang, tetapi terus terang, aku masih bingung, soalnya ukuran ruangannya sangat besar.
Sungguh disayangkan, kabar terakhir dari Nasay Saputra mengundurkan diri, untuk fokus persiapan pameran Tugas Akhirnya. Kekosongan itu diisi oleh kakaku, Nahyu. RF, dimana dia berencana menutup lantai ruang dengan print MMT sebesar 3x3m. Rencana demi rencana diatas sempat dihentikan untuk menghadapi ujian mahasiswa pada tanggal 2 Januari 2002.
4 Januari 2007, Kamis pukul 16:00 WIB. Nahyu Rahma. F, M. Salafi Handoyo (Ridho), dan Firman. TS menuju kos Patemon untuk diskusi persiapan KtoK PROJECT #2. Diskusi sore itu dibuka oleh M. Rofikin, bersamaan dengan pembagian selebaran konsep Komedi Putar.
Aku memberikan gambaran bagaimana karyaku yang akan disajikan sebagai pancingan. Tujuannya agar teman-teman lain lebih mudah memahami tentang konsep Komedi Putar tersebut. Dari diskusi dapat diketahui jumlah peserta yang akan berpartisipasi mencapai 25 orang. Lebih banyak daripada peserta KtoK PROJECT #1.
Tak lupa juga membahas masalah surat-menyurat, ijin Bapak kos dan Bapak RT jangan sampai ketinggalan. Karena mungkin Beliau berdua yang nantinya membuka pameran secra resmi. Masalah peletakan spanduk di tempat strategis juga sangat diperlukan, mengingat posisi rumah kos kami yang susah nantinya, bagi tamu undangan untuk hadir.
Masalah di luar proyek seni ikut dibahas juga, seperti masalah keadaan Unnes, sebagai satu-satunya universitas di Semarang yang melahirkan sarjana seni, tetapi sedikit memunculkan seniman yang mampu bersaing taraf nasional dan internasional.
6 Januari 2007, kita mengadakan diskusi ulang di kos. Untuk lebih memantapkan rencana dan rancangan proyek ini. Rangkaian persiapan pameran KtoK #2 sempat ditunda sementara karena masa liburan, teman-teman pada pulang kampung. Sempat terhenti selama satu minggu. Sambil menunggu hasil ujian di rumah masing-masing, lewat sarana KHS (Kartu Hasil Studi) online via sms.
25 Januari 2007. Aku baru bisa bertemu dengan yang lain. Ruang tamu yang tadinya banyak lukisan bergantungan tanpa arah sekarang sudah bersih. Sudah mulai ada gerakan kebersihan menjelang pameran KtoK.
Sesuai dengan konsep Komedi Putar, kami bertiga Nahyu Rahma. F, M. Salafi Handoyo (Ridho), Ratri. IB, dan dibantu oleh Firman. TS, berencana membuat sebuak karya dengan visual dunia terbalik. Yang semestinya di bawah jadi di atas dan sebaliknya diatas menjadi di bawah. Kita ambil makna putarnya Komidi Putar. Di lantai kamar akan ditempel print image awan. Diutamakan awan senja menjelang sebagai tanda dimulainya gelaran pasar malam.
Sabtu, tanggal 3 Februari 2007, Robby menyempatkan datang ke kos dengan beberapa temannya, basah-kuyub karena hujan lebat. Mengutarakan ke M. Rofikin tentang karya yang akan dipamerkan. Dari hasil diskusi tersebut Robby ingin membuat sebuah lukisan badut.
Sebenernya yang paling aktif mempersiapkan karya untuk KtoK #2 adalah Irfan Fatchu Rahman. Dia sudah mulai mengumpulkan foto-foto masa kecilnya. Irfan berusaha membongkar masa kecil yang dilalui dengan lebih banyak sukanya daripada dukanya. Bila mainan kita rusak, langsung minta ganti dan kalo dijahilin teman-temannya segera menangis. Itualah anak kecil.
Untuk Rangga, dia berusaha menjadi yang pertama mengumpulkan karya ke kos. Karya drawing pensil diatas kertas, dibingkai dengan plastik dan pigura.
M. Rofikin dengan rancangan karya neon box, dengan masing-masing box nya diberi gambar berbagai ekspresi wajah orang yang sedang ketawa. Ari Q-njenk dengan karya orang-orangan dimana kepala nobyek tersebut diganti dengan wajah teman-teman dengan ekpresi bahagia. Dan baju yang dikenakan orang-orangan tadi menggunakan seragam polisi, ABRI atau profesi-profesi lain.
Disusul Abi dengan karya instalasi dari pleg ban sepeda. Sebagai tanda perputaran hidup. Edi .PB kolaborasi dengan Aris Pradianto dengan karya instalasi. Singgih Adhi. P kolabnorasi dengan Adinda Surya. A, dengan instalasi bola berbagai ukuran, mural dinding kamar, disertai juga kepingan CD berjumlah banyak.
Pencarian dana mulai dilakukan, memanfaatkan hubungan dari peserta pameran dengan pihak luar seperti: Hysteria, REM FM Radio Kampus, UVO (gank vespa Unnes), BYAR Creative Industry, dan Bengkel Adi Jaya.
Dikarenakan biaya proyek bertambah dengan beberapa rencana gila, tapi asyik. Kita akan membawa Sego Kucing, Nasi Kucing. Sebagai obyek untuk dipamerkan. Dengan penjualnya diharuskan mengenakan jas. Anggaran untuk Sego Kucing mencapai 200 ribu rupiah.
6 Februari 2007. Kita sudah mulai membersihkan ruang kos buat ruang pamer. Aku udah mulai pasang instalasi kabel dan lampu-lampu kecil di atap kamar dibantu M. Rofikin dan M. Salafi Handoyo (Ridho), selaku rekan satu tim. Singgih Adhi. P dan Adinda Surya. A sudah mulai aksi muralnya.
Sempat ada desas-desus mengerikan KtoK PROJECT #2 ditunggangi kepentingan oleh sebuah ruang pamer yang ada di Semarang. Tak bisa lebih mendalam diteliti asal-muasal gossip tersebut!
Dengan jelas bahwa KtoK PROJECT #2 ini ditunggangi beberapa pihak sponsor: BYAR Cretive Industry, POKEMON Canvas, Adi Jaya KETOK MAGIC, REM FM107.1 MHz, dan Buletin Hysteria.
21 Februari 2007. Tercatat 24 seniman muda dalam berpartisipasi adalah: M. Salafi Handoyo (Ridho), Nahyu Rahma. F, Fahrudin Fatkhurohim, Abikara Widyan. A, Ari Q-Njenk, Irfan Fatchu Rahman, Ratri Inayatul. B, Mohammad Rofikin, Robby, Singgih Adhi. P, Oky Noviyanto, Zulfikar, Martya Diah Purnamasari, Juwandi. A, Edi .PB, Aris Pradianto, Surya, Ruddy Vaouller, Rofian, Khori Teguh Ariyanto, Adinda Surya. A, dan Rangga. Dimana kesemuanya sedang dan pernah kuliah di Senirupa Unnes. Hadir sebagai moderator Adin Hysteria.
Sego Kucingpun akhirnya tak bisa dipamerkan. Karena gerobak kucingan tersebut tak beroda. Solusinya diangkat rame-rame, tetapi pemilik SK tersebut tidak bersedia. Mungkin kami hanya bisa pesan untuk konsumsi pembukaan pameran.
Rincian dari beberapa pihak sponsor:
REM FM107.1 MHz Radio Kampus akan mempublikasikan KtoK PROJECT #2 mulai pembukaan sampai dengan proyek berakhir. Bengkel Ketok Magic ADI JAYA dana untuk keperluan konsumsi. BYAR Creative Industry memberikan discon untuk cetak, membantu pendokumentasian, serta pendataan. Buletin Hysteria, sebagai sarana publikasi dan mewakilkan Adin sebagai moderator dalam diskusi.
Besar harapan saya untuk terus terlaksana KtoK PROJECT di Semarang. Tentunya sebagai media motivator penggerak bagi stagnannya kesenian di sekitar kampus Unnes.
Saudara mari putarkan badan dan tertawa bahagia, senyumlah Komedi Putar
Saudara mari tunggangi kami dan berimajinasi, nikmatilah Komedi Putar
Saudara mari putari kehidupan dan berkomedi, tertawalah Komedi Putar
Saudara mari menikmati dan bergejolak bersama kami, berputarlah Komedi Putar
Mari teman-teman muda, bergabung dan bergerak bersama kami. Siapalagi yang akan mencatat kita didalam sejarah seni? Kalau bukan kita sendiri!
Pada malam ini, tepatnya tanggal 27 Februari 2007, Pukul.19:00 WIB. Mari dengan semangat kebersamaan kita tiup lilin, tiup balon, dan bernyanyi riang bersama di dalam Komidi Eh, Komedi Putar.

PROJECT #1

HEROISME
Ktok PROJECT #1 DESEMBER 2006


Oleh: M. Salafi Handoyo (Ridho)
Dialog pertama untuk menentukan rencana proyek dilakukan pada 29 November 2006, malam hari. Mulai dengan perencanaan sampai dengan penentuan tanggal pelaksanaan proyek. Kos sebagai ruang pamer alternatif disekitar kampus UNNES, Universitas Negeri Semarang. Project #1 akan digelar pertengahan Desember 2006, dimana hanya tersisa waktu tiga minggu dari perencanaan awal menjelang pelaksanaan.
Langkah awal KtoK PROJECT didukung oleh: Nasay Saputra, 26 tahun, Mahasiswa Unnes jurusan Senirupa, sebagai konseptor KtoK PROJECT #1. Kemudian Juwandi. A, 23 tahun, Mahasiswa Unnes jurusan Senirupa. Disusul oleh M. Salafi Handoyo (Ridho), 24 tahun Desain Komunikasi Visual tak selesai, dan Nahyu Rahma. F, 25 tahun lulusan Desain Komunikasi Visual Unnes. Dukungan juga datang dari Adin Hysteria, 21 tahun, Mahasiswa Sastra Undip. Hingga bergabungnya teman-teman lain berjumlah empat belas orang.
Awal gagasan dan pemberian nama KtoK PROJECT lahir dari seorang pemerhati seni yang aktif mendukung perkembangan senirupa di kota Semarang. Begitu mulianya hingga enggan untuk disebutkan nama dan identitasnya.
Beliau berperan aktif memberikan semangat, dorongan, kritikan bagi mahasiswa, untuk aktif berkegiatan. Khususnya didalam dunia Senirupa agar melangkah dengan kreatif dan hemat. Diskusi untuk merancang jalannya proyek dan program ini terus dilakukan antara Nasay dan Ridho, untuk kemudian, bertahap memunculkan ide demi ide. Melahirkan rumusan awal untuk realisasi konsep Kos-to-Kos PROJECT.
Rancangan proyek, disebarluaskan kepada seluruh Mahasiswa Senirupa Unnes, tanpa terkecuali. Rancangan konsep yang ada kemudian didiskusikan ulang dengan para peserta yang berminat, dan berani merubah sudut pandangnya sehingga mendapat satu solusi baru membawa Senirupa Unnes kearah yang lebih baik.
Berharap Ktok dapat diikuti mahasiswa lainnya. Mulai dari teman dekat, yang tinggal satu kos hingga berkembang ke kelompok-kelompok senirupa yang terbentuk di kos-kos lain.
Dalam praktiknya tak ada peserta yang berasal dari rekan satu kos maupun satu angkatan dengan Nasay Saputra, sebagai konseptor Project #1. Telah banyak cara kiranya yang dia tempuh untuk mempublikasikan proyek tersebut. Juga manfaat bagi mereka, anak muda didunia senirupa kemudian hari.
Tetapi rasa simpatik muncul, karena ada peserta dengan nama Titis dan Dian. Mahasiswa semester awal dengan umur 18 tahun. Peserta termuda di KtoK PROJECT #1.
KtoK PROJECT #1 dengan konsep Heroisme. Heroisme berbicara tentang sikap kepahlawanan yang harus dimunculkan, beserta penghargaan untuk sang Hero. Berusaha menjadi pahlawan, baik bagi dirinya, orang lain, dan lingkungan sekitarnya (Nasay Saputra: Konseptor KtoK PROJECT #1).
Dan mendapat masukkan dalam diskusi, Heroisme bergeser pemaknaan menjadi Hero is Me diartikan: pahlawan adalah aku atau aku akan bersikap sebagai seorang pahlawan.
Dari hasil kesepakatan awal peserta dikenakan biaya kolektif untuk pameran sebesar Rp. 10.000,-/anak (sepuluh ribu rupiah). Sedikit memang dalam sebuah proyek seni, hal ini pada dasarnya hanya ingin menumbuhkan ketertarikan seniman muda khususnya yang berasal dari Unnes untuk bergabung, tanpa harus terbebani.
Diluar dugaan, para peserta menolak iuran Rp. 10.000,- mereka sangat antusias biaya kolektif harus dinaikkan sebesar Rp. 20.000,-/anak (dua puluh ribu rupiah), langkah tersebut muncul dari pemikiran dua peserta termuda Titis dan Dian. Yang selalu berapi-api. “Mahasiswa senirupa harus punya pikiran modern dalam melangkah”, kalimat tersebut yang selalu mereka utarakan.
Satu minggu menjelang acara, proses display pameran mencapai 80%, pameran siap digelar. Kami telah mengundang beberapa pemerhati seni, yaitu Adin (Komunitas Hysteria), Heru MK (Penulis), dan Tubagus. P. Svarajati (Pemilik Rumah Seni Yaitu) serta beberapa Wartawan dari media massa.
Pembuatan katalog sangat sederhana dengan media photo copy. Nahyu Rahma. F secara gratis mendisain katalog tersebut.
Semua materi telah dikumpulkan dari mulai data, identitas, konsep, hingga foto. Tapi ditengah proses pembuatan katalog mengalami kecelakaan. Karena minim waktu dan tenaga, semua materi yang tersimpan di kamera hilang terhapus. Simsalabim kami harus kerja keras untuk memotret ulang. Display karya dilakukan sangat sederhana, kebetulan KtoK PROJECT #1 ini mau untuk berbagi tempat dengan beberapa serangga, nyamuk dan kecoa.
Kami kumpulkan semua kekuatan dengan serdadu 14 seniman muda untuk segera merubah dan menyulap kos tersebut menjadi ruang bersih untuk presentasi sebuah art project.
Dimulai dengan pengecatan seluruh ruangan yang dilakukan Nasay Saputra, Juwandi. A, dan M. Salafi Handoyo hingga display karya yang dilakukan seluruh peserta. Juga display karya instalasi yang dilakukan Rudy Vouller, merelakan satu-satunya scooter buntut untuk dijadikan media instalasi. Untuk sementara waktu dia merelakan jalan kaki dari kos ke tempat kuliah. Demi KtoK PROJECT #! Inilah perjuangan, Heroisme, ungkapnya!
Setelah sekian waktu heboh dalam persiapan. Akhirnya proyekpun digelar. Kami agak cemas karena hampir setiap event senirupa di Semarang, khususnya Unnes selalu sepi oleh penonton. Kecuali rekan-rekan kami sendiri. Apalagi proyek ini tidak diadakan di galeri, syarat dengan katalog mewah serta ritual makan malam yang selalu membuai.
14 seniman muda yang terlibat dalam KtoK #1 dalah:
Nasay Saputra, M. Salafi Handoyo(Ridho), Ratri Inayatul. B, Mohammad Rofikin, Rudy Vouller, Singih Adhi. P, Edi. PB, Okky Noviyanto, Titis, Dian, Alfiah, Asep Herman, Juwandi. A, dan Nahyu Rahma. F.

Pada perkembangannya, sureprise untuk KtoK PROJECT #1. Cukup banyak yang hadir, 35 orang dalam kegiatan dan pembukaan pameran seni di tempat yang sangat sederhana, sudah lumayan. Mereka mencoba memotivasi serta membangun KtoK PROJECT dengan beberapa kritik dalam diskusi. Unnes yang selama ini tertidur pulas dengan belaian wacana lama kesenirupaan Semarang, digugah untuk segera bangun dan beraksi.
Dukungan juga muncul dari beberapa teman dari Sastra, selain Adin ada: Nien, Pandu, dan Amien. Secara bergantian dan suara keras mereka membangun kepercayaan diri penonton. Kebanyakan didominasi dari tetangga sekitar rumah kos Temulawak. Beberapa wartawan Semarang dari media cetak dan elektronik datang untuk meliput acara ini.
Seperti biasanya, seniman Semarang yang dengan susah payah kami hubungi untuk sekedar menyaksikan perhelatan KtoK PROJECT #1 ini, tak seorangpun datang.
Tetapi hal ini tak terlalu penting, karena yang terpenting adalah, semua telah memberanikan diri untuk menyerukan keberadaan KtoK PROJECT di Unnes. Inilah awal dari perubahan kearah lebih baik. Dan semoga terbaca, dibaca sebagai salah satu gerakan seni anak muda.
Terimakasih.

Rabu, Desember 12, 2007

PROJECT #3

DARK BROWN SOFA
VIDEGOSISTEM: Video Ego dan Sistem
KtoK PROJECT #3 APRIL 2007

Oleh: M. Salafi Handoyo dan Ratri Inayatul. B
…Video kanal tunggal itu wujudnya tayangan seni gambar bergerak mirip sinema atau dokumenter yang ditayangkan dalam proyeksi tunggal. Persoalan lalu muncul, tidakkah ini menimbulkan kerancuan bila video (hanya) dimaknai sebagai produk akhir?. Saya ingin memberikan ilustrasi. Di kehidupan sehari-hari kini kita mengenal ponsel 3G yang memungkinkan kita berkomunikasi tatap muka realtime melalui “video call”. Di sini video didefinisikan lebih sebagai (peristiwa) interaktivitas, ketimbang rekamannya. Itu juga terjadi pada video konferensi dan internet dengan fasilitas kamera web (termasuk untuk maksud seni). Sebagai konsekuensi logis terjadilah “artefakisasi” obyek seni yang sebetulnya sudah memasuki wacana immaterial dam kesementaraan?. Dalam diskusi di Bandung, Heru Hikayat, pengamat seni, menengarai alih-alih digitalisasi seni video, boleh jadi bentuk seni itu terjadi sesaat (ephemeral), bak penggalan puisi Kahlil Gibran, sekali anak panah diluncurkan kita tidak bisa lagi mengontrol bahkan menghalanginya….(KOMPAS, MINGGU 18 MARET 2007 - Krisna Murti, seniman video).
Sangat menarik penggalan teks diatas! Tetapi sungguh sayang, apakah kita sebagai seniman muda mau memahami atau mungkin mencoba mengerti? Senirupa telah berkembang cepat bak kecepatan cahaya di dalam ilmu fisika. Akan tetapi Senirupa kita seberapa cepatnya?
Kedua pertanyaan yang saya lontarkan tersebut mungkin memacu banyak opini, atau bahkan emosi. Ada yang bersikap terbuka ada pula yang acuh tak acuh bila membicarakan karya seni video. Mungkin juga meremehkan. Makanan apa tuh video? Aliran baru apa lagi video? Disini saya tidak mau menjelaskan lebih lanjut arti dan pemaknaan karya video.
Dalam perbincangan dengan beberapa teman dari ruangrupa, Jakarta. Mereka menuturkan bahwa karya video di Indonesia belum mencapai kesepakatan: untuk arti, penjelasan, bahkan pemaknaan yang lebih mendalam tentang karya tersebut. Seniman video di Indonesia lebih mementingkan dalam pembuatan karya dan konsep yang mewakili didalamnya daripada sibuk menguak pemaknaan video itu sendiri. Beberapa diskusi terjadi hanya untuk menentukan tahapan, konsep, serta tujuan dalam pembuatan karya video. Bukan berarti rekam kamera yang berartistik tinggi bisa dinamai sebagai karya video art. Mungkin anda kurang puas membaca tulisan saya, akan tetapi yang terjadi di Indonesia bahkan didunia internasional memang demikian. Pemaknaan video atau video art belum menghasilkan pemaknaan yang akurat. Tapi jangan heran apabila dalam kehidupan sehari-hari kita telah bersenggama dengan digitalisasi seni video. Hand Phone, Kamera Digital, Handycame, Televisi, bahkan sekarang di kota Semarang sedang dibangun instalasi Videotron dimana pemkot Semarang menyatakan Videotron tersebut terbaik se-Indonesia? Untuk itu mari kita sebagai generasi yang funky ikut menyemarakkan senirupa dunia dengan mencoba membuat karya video. Salah satu media alternatif dalam berkesenian. Apalagi sekarang sudah ada disiplin ilmu Desain Komunikasi Visual, sudah seharusnya mereka mengakrabkan diri dengan karya-karya digital.
Orang yang lebih tua umurnya diibaratkan adalah orang yang berhenti pada satu titik, sedang yang muda diibaratkan berjalan mengikuti perkembangan jaman (kutipan dalam sebuah Komik Jepang).
Jika kita, yang mengaku-aku anak muda, tidak berjalan mengikuti perkembangan Senirupa sekarang ini, pantaskah disebut dengan seniman muda? Sebuah pilihan alternatif dari hanya bisa meneruskan seni turun-temurun dari nenek moyang. Apakah muda disini hanya diartikan secara biologis saja? Sedangkan jiwanya mengalami stagnasi yang cukup tua. Sehingga berpengaruh didalam karyanya.
Tidak hanya berbekal nekat dan keberanian, seorang seniman bisa berhasil. Terkesan grusah-grusuh, tak tahu arah dan asal tabrak, tanpa memperhitungkan strategi yang benar dan akurat.
Dan satu lagi yang sering terlewatkan oleh perupa muda sekarang ini, mereka selalu berpedoman sebagai penolak sistem dan pejuang marjinalis. Kenapa kita harus memusuhi sistem jika sejatinya kita, dengan sadar atau pun tidak, hidup dan berkutat di dalam sistem.
Sebenarnya hanya orang-orang yang terlalu ekstrim menempatkan diri pada posisi yang mereka anggap sudah sesuai proporsi (penolak sistem dan pejuang marjinalis), yang menganggap sistem hanya sebuah kekonyolan dan mengada-ada. Pandanglah sesuatu dari segala lini, maka akan ada banyak hal yang kita dapatkan.
Tetapi jangan lupa, kita juga harus berhati-hati dengan sistem yang ada. Mampukah kita sebagai seniman muda bernegosiasi dengan sistem tersebut. Dengan catatan khusus, proses negosiasi tersebut haruslah menguntungkan kedua belah pihak.
Sebenarnya kita juga bisa besar karena sistem. Sistemlah yang membuat kita lebih berpendidikan dan lebih tertata. Hidup itu indah tergantung dari sudut pandang apa kita melihat. Begitu juga dengan Senirupa, tanpa sistem tidak akan ada elemen-elemen yang terbentuk seperti galeri, balai lelang, atau bahkan kampus Senirupa. Disinilah diperlukan sebuah proses yang dinamakan negosiasi. Atau apabila hal tersebut tak bisa terjadi, alangkah lebih baik kita berjalan secara mandiri tanpa harus bergantung dengan pihak lain (sistem yang ada).
Kenapa kita tidak mencoba membuka diri dan positive thinking. Sehingga mampu memanajemen langkah kita agar mampu mengikuti dan bernegosiasi dengan sistem. Sebagai contoh beberapa seniman muda yang bekerja sama dengan sistem: Samuel Indratma, seniman muda yang bergerak di dalam kelompok “Apotik Komik” rela bekerjasama dengan pemerintah dan TVRI (sistem) demi keberhasilan propaganda yang ia lakukan. Alhasil kegiatan tersebut diliput oleh beberapa televisi swasta (RCTI, SCTV, ANteve) dan TVRI. Dan beberapa media massa seperti Bernas, Kedaulatan Rakyat, Panji Masyarakat menyiarkan kegiatan seni alternatif itu.
Sistem bukan untuk dilawan, selama sistem tersebut masih berputar sesuai porosnya. Yang harus kita lakukan adalah negosiasi, untuk dapat masuk, mengikuti, atau bahkan mendapatkan percikan finansial. Bila memang sitem tak bisa diajak negosiasi, yang harus kita lakukan hanya menciptakan alternatif-alternatif tandingan untuk mengganti fungsi dari sistem itu sendiri.
KtoK PROJECT #3 hadir dengan konsep Dark Brown Sofa. Menghadirkan iconisasi sebuah obyek benda (sofa) dan merekam gerak tubuh dengan media kamera serta diolah dalam Komputer. Proyek ini lebih ditekankan kepada penguasaan media dan pembelajaran media khususnya photo, digital grafis, dan video (Irfan Fatchu Rahman: Konseptor KtoK PROJECT #3).
Dimotori oleh Irfan Fatchu Rahman. Ketertarikannya dalam dunia video dan photography dimulai ketika ia rajin mengakses Internet. Dia saksikan beberapa karya video seniman muda Indonesia yang berhasil mengikuti ajang festival dunia. Keinginan hanyalah keinginan, mampukah Unnes mewujudkan mimpi-mimpinya ? Walau hanya meminjamkan peralatan berupa LCD dan Laptop untuk sekedar mempresentasikan beberapa karyanya.
Mari kita dukung dan bersikap positif demi kemajuan Senirupa Unnes, sebagai lembaga pencetak seniman di Semarang. Senirupa Unnes tidak bisa disalahkan, hanya saja kurangnya komunikasi dari masing-masing elemen.
Serta begitu panjangnya jarak pembuktian kreatifitas dari masing-masing alumni Unnes di kancah senirupa Indonesia. Ayo, jadikan gerakan senirupa yang terjadi di Unnes menjadi proyek laten sehingga membuat was-was dunia senirupa di Indonesia. Awas Senirupa Unnes mau lewat!
Dan inilah 22 seniman muda yang akan lewat tersebut:
Abikara Widyan. A, Ari Q-Njenk, Diky Aulidzar, Erick Lionel, Fahrudin Fatkhurohom, Irfan Fatcu Rahman, Khori Teguh. A, Mohammad Rofikin, M. Salafi Handoyo(Ridho), Nahyu Rahma. F, Taufan Affandi, Purwo Widodo, Ratri Inayatul. B, Rofian, Singgih Adhi. P, Sungeng Triyanto, Thomas Asep. RP, Edi PB, Rudy Vouller, dan Abdul Aziz. Hadir sebagai pembicara Rizky Lazuardi dan sebagai moderator Adin Hysteria.

Kami mau guyon sedikit, “Menurut anda mengapa Inul Daratista bisa merajai Dunia dangdut dan menjadi selebritis Indonesia ? Tentunya bukan karena, Mbak Inul dari desa kemudian nekat urban ke Jakarta dan mencoba memasuki beberapa industri musik di Ibu Kota. Akan tetapi karena Mbak Inul, sebelum tampil di televisi, dia berusaha menggandakan adegan hotnya, ketika tampil di daerah dalam bentuk video dan di-CDkan dalam jumlah ribuan serta disebarkan di seluruh Indonesia. Dengan videolah Mbak Inul merajai dunia dangdut dan melumpuhkan Jakarta. Disini terbukti bahwa Inul menerobos sistem Industri musik di Jakarta dengan video. Dan Mbak Inul mampu melakukannya.








Selasa, Desember 11, 2007

Komunitas Hysteria

GROBAK ART

Oleh: M. Salafi Handoyo (Ridho)
Softlaunching Grobak Art.
Acara yang dilakukan pada malam hari, tanggal 30 Agustus 2007, menjadi softlaunching Grobak Art. Persiapan panitia secara singkat, serta kinerja yang kurang sigap hampir membuat kegiatan tersebut mengalami kegagalan. Namun keterbatasan yang ada dapat disikapi dengan lebih jernih, jadilah malam itu sebuah perhelatan seni di sekitar trotoar. Trotoar yang pada umumnya hanya digunakan sebagai sarana lalu-lintas, pada malam itu berubah menjadi sarana lalu-lintas seni anak muda. Anak-anak muda yang mempunyai ambisi untuk mempertontonkan diri dan kemampuannya dalam bidang seni.
Dari kejauhan nampak sosok cantik di atas becak mendekat. Seorang remaja putri dengan tubuh sintal, lemah gemulai berdandan khas jawa dengan lancang memaki-maki tukang becak yang diboking karena mahalnya ongkos yang disebutkan. Itulah performance pembuka yang mengawali aksi-aksi gila anak muda pada malam itu.
Beberapa komunuitas seniman muda Semarang, turut ambil bagian. Diantaranya: Catdog Communitart, Orenjichu, Teater Sangkur Timur, Teater EMKA, Teater Sawo Kecik, Komunitas Balik Kanan, BYAR Creative Industry, Anjing Gladak, Seto Kroncong , Octo Colony dan dua seniman senior FB. Kukuh dan Imam Bucah. Mereka dengan semangat militannya menghadirkan karya-karya seni mulai dari seni rupa, seni musik, seni kostum, seni pertunjukan hingga pembacaan puisi dan monolog.
Acara tersebut, mencoba untuk lebih mengakrabkan seni dengan masyarakat sekitar. Karena mungkin selama ini seni menjadi hal yang sangat eksklusif dan berjarak dengan masyarakat. Masyarakat yang tak peduli dengan seni atau pelaku seni yang begitu sombong tidak mau berbicara tentang masyarakat dan permasalahannya. Namun demikian keinginan panitia untuk mengadakan event lintas media telah berhasil. Setidaknya acara diatas akan menjadi awal bagi kami, kelompok seniman muda untuk berkolaborasi.
Presentasi di Galeri Bu Atie.
Minggu 16 September 2007 pukul 20.00 – 24.00 WIB, Galeri Bu Atie, Jl. Borobudur Utara Raya No. 06 Manyaran Semarang, menjadi saksi dalam presentasi dokumentasi, pameran, serta diskusi aksi-aksi seni tersebut. Mereka menghujat, mereka menghina, mereka menuntut, tetapi mereka juga berusaha memberikan solusi atas keadaan seni di Semarang yang menyedihkan. Muncul guyonan dari kami bahwa seni disini mempunyai cirikhas, yaitu: “seni Semarang, seni yang mengharapkan belas kasihan”. Dari dulu sampai sekarang, bila ada diskusi seni, yang ada bukannya solusi pencerahan, tetapi selalu membicarakan nasib dirinya yang tak pernah berubah atau tertinggal dengan Jogja dan Bandung. Bahasa Hysterianya: “Rerasan terus… kapan geraknya?”.
Merespon hal tersebut munculah teks Agunghima dalam diskusi: “Grobak Art, adalah salah satu bagian kecil dari proyek kesenian yang diciptakan oleh anak-anak muda di Semarang. Mungkin anak-anak muda itu terlibat dalam sistem pendidikan dan kemudian menyadari keberadaannya yang demikian jumud, kotor, dan nggilani, lalu dengan kesadaran berkesenian menurut ukuran mereka, membabi buta dengan menciptakan gelombang baru kesenian di Semarang. Lantas apa jadinya? Ya namanya saja anak muda yang lagi dalam proses pencarian jati diri (wakakakakakak), jangan dilihat dulu apa yang ditampilkan dalam proses berkeseniannya, namun lihatlah kenekatannya, ngawur tapi perlu-nya dan keberaniannya untuk menentang arus nilai-nilai yang sudah stagnan di kota lunpia”. Semoga ini tak sekedar teks bacaan, tetapi mampu untuk membakar semangat seniman muda di Semarang.
Perubahan Yang Berarti.
Apapun itu namanya, bila anak muda sedang berjuang dan bergerak, khususnya dalam dunia seni, maka haruslah mempunyai tujuan yang jelas. Jangan sampai ngawur dan sia-sia. Karena semua itu menghabiskan banyak waktu dan energi. Tumbuhnya berbagai macam kelompok seni, jangan dijadikan sebagai trend mode dikalangan anak muda. Visi dan misi, rancangan program, keorganisasian dengan SDM kreatif, dan kekuatan dalam pencarian dana, dapat dijadikan sebagai langkah awal bagi terbentuknya sebuah kelompok yang kuat. Karena lamanya sebuah kelompok dalam bertahan tergantung beberapa faktor diatas. Dan tentunya sebuah kelompok seni, bila dalam waktu sekejap roboh, maka mereka tidak akan mampu merubah atau memperbaiki keadan seni dilingkungannya. Mereka malah akan menjadi virus penyakit dalam seni itu sendiri.
Muncul beberapa paham atau aliran dalam berkesenian, tetapi bagi saya aliran yang paling hebat dan sempurna adalah: “Bentuk kesenian atau karya, yang mampu memberikan solusi bagi diri dan lingkungannya”. Sehingga seni akan mempunyai arti di dalam masyarakat.
...Selamat bekerja teman-teman mudaku, coretkanlah prestasi dalam berkesenian di kotamu. Sehingga mampu memberikan perubahan yang berarti dan berani untuk berbicara dengan percaya diri baik di tingkat regional, nasional dan internasional…


Seminar Nasional: MEMBANGUN DINAMIKA SENIRUPA INDONESIA

SENIRUPA SEMARANG SENIRUPA NUSANTARA

Oleh: M. Salafi Handoyo (Ridho)


KtoK PROJECT Tak Sekedar Jalan Ditempat.
Dalam lima tahun belakangan, Semarang tak pernah menelorkan nama hebat dalam Senirupa Indonesia bahkan dunia. Disisi lain laju kesenian dewasa ini sangatlah cepat. Ditandai dengan munculnya visual baru: foto, video, digital, printing, obyek, stret art, serta karya non konvensional lainnya.
Kommunitas BYAR Creative Industry dan catdog Communitart, sebagai penggerak, dua bulan sekali dalam satu tahun sengaja mendukung kegiatan pameran, dengan nama KtoK PROJECT. Diikuti oleh sedikitnya 20 orang, dengan peserta berumur kisaran 22 tahun.
KtoK PROJECT pada bulan Juni 2007 menginjak gelaran yang ke empat kalinya. Munculnya beberapa pemberitaan dalam media massa mengenai program KtoK PROJECT 2007, Kos to Kos, dimana menggunakan ruang pamer berupa kos atau kontrakan mahasiswa, menjadikan motor penggerak kesenian anak-anak muda di Semarang.
Modus terbaru ini harus diacungi jempol. Walau terkesan masih lemah dalam mengatur straregi publikasi, wacana, dan visual karya. Sikap dan pemikiran mereka dalam mengubah stagnannya senirupa dikotanya, mengubah beberapa segmen dalam senirupa untuk lebih aktif dalam memberitakan, mendukung, bahkan bersaing dengan mereka.
Reaksi Publik Terhadap Modus Baru Berkesenian di Semarang.
Semarang kota yang memiliki aktivitas perdagangan yang cukup energik, karena keberadaan pelabuhan besarnya. Sehingga menarik pedagang dari manca negara pada waktu itu(etnis cina dan etnis arab) untuk sekedar mampir berdagang atau beranak-pinak membentuk kelompok minoritas. Perkembangannya kelompok minoritas terasebut berubah menjadi kumparan massa berskala besar. Tak hanya ada perdagangan, sisitem pemerintahan, serta tatanan kota, tetapi berpengaruh pula pada perubahan menuju pembentukan budaya. Keragaman tersebut seharusnya mampu untuk memberikan cirikhas senirupa Semarang dalam senirupa dunia, seperti Kota Lama. Perdagangan dan perekonomian yang digawangi oleh Etnis Cina, seharusnya juga memunculkan segmen pendukung perkembangan senirupa di kota ini. Agar senirupa Semarang memberikan angin segar bagi senirupa Nusantara.
Modus yang dilakukan beberapa anak muda ini mengalami benturan. Kurangnya respon dari Mahasiswa Senirupa lain untuk bergabung , mungkin karena minimnya info yang mereka peroleh tentang visual baru sehingga tak memunculkan rasa ketertarikan. Atau beberapa diskusi yang kurang bermutu dan lawasan.
Jejaring Senirupa Harus Memberikan Solusi.
Indonesia membutuhkan semangat kerja keras, agar seniman di masing-masing daerah mampu memberikan ragam cirikhas dalam citraan visual senirupa di dunia Internasional. Terbentur pada terbentuknya jejaring dan Infrastruktur membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana yang ekstra besar. Sehingga sangatlah minim kekuatan seniman untuk memacu diri.
Dibutuhkan dukungan berbagai segmen seperti museum, balai lelang, galeri dan beberapa segmen yang terbentuk dari masyarakat seperti ahli seni, pasar (kolektor), pemerintah sebagai solusi dalam penanggulangan dana ekstra besar tersebut. Sekian.

Profile BYAR Creative Industry



ARTI BYAR Creative Industry
Ambyar - dengan awalan am dan kata dasar Byar. Adalah ungkapan dalam Bahasa Jawa yang mempunyai arti pecah, atau sesuatu yang besar berubah menjadi kecil dan menyebar/berhamburan kemana-mana secara serentak. Penyebaran secara serentak tersebut, akan terasa manfaatnya bagi masyarakat dan lingkungan, bila berbentuk Industri Kreatif.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
Organisasi BYAR Creative Industry didirikan di Durian Mrican, Semarang. Pada tanggal 24 Desember 2006 oleh empat orang. Pada perkembangannya Organisasi ini dikelola oleh Nahyu Rahma. F, M. Salafi Handoyo (Ridho), dan Firman. TS. Ide mendirikan BYAR Creative Industry berlatar belakang dari keadaan infrastruktur seni di Indonesia, khususnya Semarang, yang masih sangat lemah.
Faktor lain, seperti nasib pekerja seni yang belum mampu mengolah seni tersebut untuk dijadikan penopang hidup. Karena kurang cakapnya seniman dalam memanajemen serta mempublikasikan ketrampilan yang dia miliki secara luas. Didukung pula dengan ketergantungan seniman terhadap galeri komersil. Dimana hanya mengutamakan hal komersil dari pada pengembangan bagi seniman itu sendiri.

BYAR Creative Industry, merasa perlu merubah kondisi tersebut dengan cara menciptakan fungsi alternatif untuk mengembangkan seni khususnya bagi anak muda. Pada awalnya kami tak memiliki modal yang cukup banyak, juga aset untuk mendukung kerja kami. Hanya menggunakan garasi rumah dari Nahyu Rahma. F sebagai kantor dan tempat penyimpanan data. Pengeluaran 3 bulan pertama, seperti listrik dan telepon dibayar menggunakan uang kas, dari usaha komersil BYAR Creative Industri dalam bidang Cetak dan Desain Grafis. Bentuk industry secara komersil tersebut tak bertahan lama. Pengeluaran perbulan tersebut ditanggung oleh Nahyu Rahma. F dan Firman. TS.
Dalam beberapa proyek seni kami memberikan dukungan, dimana dukungan tersebut berasal dari iuran secara kolektif semua anggota BYAR Creative Industry atau dalam program Fundrising.
Beberapa kegiatan yang pernah dan masih terus didukung BYAR Creative Industry dalam kurun waktu 2006-2008 adalah:
Februari 2007. Kos-to-Kos atau lebih dikenal dengan KtoK PROJECT. Proyek seni perdwibulan dengan menggunakan kos mahasiswa sebagai pusat kegiatan. Baik pameran, diskusi, atau produksi. Diadakan sejak akhir 2006 sampai dengan 2007. Dukungan yang diberikan adalah material untuk pendataan, pendokumentasian, dan publikasi dimulai sejak KtoK PROJECT #2.
27 September 2007. Membantu Buletin Hysteria Semarang dalam menciptakan ruang alternatif untuk berkesenian berupa: Angkringan. Warung sederhana pinggir jalan yang dijadikan pusat kegiatan seni dan sastra. Dukungan yang diberikan adalah sebagi seniman, perancang, dan pelaksana pameran di dalam event Grobak Art.
8 April 2007. Membantu Buletin Hysteria dalam even Persembahan untuk Sang Guru ( Prof. Djarwo). Dukungan yang diberikan sebagai seniman dan displai ruang untuk event tersebut. Karya pendukung: Video, Instalasi, dan Origami Burung.
15 November 2007. Memanajemen pemberangkatan 4 seniman muda, KtoK Project. Dalam Festival Tanda Kota di Galeri Cipta II Jakarta Pusat. Dukungan yang diberikan sebagai seniman, manajemen, pendataan, serta pendokumentasian dalam kegiatan tersebut.
10 Desember 2007. Fokus dalam kegiatan Fundrising dukung KtoK PROJECT. Untuk mencarikan dukungan dana yang akan digunakan dalam pembuatan buku/katalog KtoK PROJECT #1 - #5 Semarang.
BYAR Creative Industry adalah organisasi nonkomersil dan aktif dalam menciptakan karya seni, pengadaan proyek seni, pendataan, riset, dokumentasi, dan membangun kerjasama untuk anak muda di bidang seni. Visinya adalah menjadi organisasi yang aktif dalam mengumpulkan data, mengadakan proyek seni, dan membangun jejaring senirupa guna perkembangan seniman muda. Misinya adalah membangun kerjasama dengan organisasi sejenis dibidang senirupa dalam lingkup nasional dan internasional. Guna memperkenalkan senirupa Semarang pada khususnya dan senirupa Indonesia pada umumnya.
Sampai saat ini selain mendukung aktifitas seniman muda. Kegiatan yang sedang kami lakukan adalah: Mengeksplorasi berbagi bentuk media seni. Diantaranya video, photography, desain grafis, instalasi, lukis, drawing, komik, obyek, dll. Keseluruhan media tersebut lebih dipelajari, dibongkar, dan dikembangkan melalui lintas wacana dan ilmu. Seperti sastra, sosiologi, politik, tehnik, arsitektur dan ilmu lainnya yang dapat mendukung perkembangan seni. Untuk membuka kesempatan bagi seniman muda. Dalam program kerjasma penyelenggaraan event pameran antar kota dan antar komunitas, juga meningkatkan akses untuk mengumpulkan informasi data skala Internasional.
PENGELOLAAN
BYAR Creative Industry awal berdiri sampai dengan pertengahan tahun 2007, dipimpin oleh Nahyu Rahma. F, sebagai direktur. Dalam menjalankan tugas, direktur dibantu oleh M. Salafi Handoyo (Ridho) sebagai manajer artistik dan Firman. TS sebagai manajer dokumentasi dan riset. September 2007 infrastruktur organisasi BYAR Creative Industry telah berubah, disesuaikan dengan keperluan sebagai berikut:

Direktur : M. Salafi Handoyo (Ridho)
Manajer Oprasional : Nahyu Rahma. F & Firman. TS
Manajer Artistik : Ratri Inayatul. N
Manajer Program Residensi
dan Administrasi Organisasi : Maretha Miftachul. H
Manajer Dokumentasi dan Riset : Irfan Fatchu Rahman
Manajer Pengembangan
Kegiatan Pameran : Mohammad Rofikin & Singgih Adhi. P
Selama menjalankan kegiatan sejak tahun 2006, BYAR Creative Industry telah dikenal, baik di
ingkungan Semarang atau kota lain. Untuk mendukung kelancaran kegiatan, BYAR Creative Industry berusaha mengembangkan dan menjalin hubungan yang luas baik didalam maupun di luar negeri dengan para seniman, kolektor, masyarakat pemerhati seni, ahli seni, pers, akademisi, dan organisasi seni lain.
PENGARUH EKSTERNAL
Semarang sebagai kota besar yang memiliki aset dan segmen perdagangan cukup kuat, ternyata tidak mampu merubah keterpurukan Senirupa di kotanya. Beberapa ruang pamer sempat dan masih kokoh berdiri, akan tetapi pada praktiknya tidak juga memberikan perkembangan dan peluang baik bagi seniman muda. Terbukti dalam kurun waktu cukup lama, tak menghasilkan seniman yang mampu bersanding dengan seniman Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Bali. Baru mulai tahun 2000-an lah hal tersebut berubah. Tak ada organisasi atau ruang pamer yang bekerja secara seimbang seperti Rumah Seni Cemeti di Yogyakarta atau Ruangrupa di Jakarta. Praktik Senirupa dan infrastrukturnya semakin terpusat di keempat kota tersebut. Sehingga para seniman dari daerah lain susah untuk berkembang di daerahnya.
Sistem pendidikan di Indonesia juga dinilai masih belum cukup untuk menghasilkan banyaknya seniaman muda. Seringkali seniman mendapat kemampuan untuk untuk mengembangkan diri secara informal, diluar jalur pendidikan formal.
Di sisi lain, Indonesia saat ini semakin dikenal luas sebagai gudangnya seniman yang bermutu. Banyak kolektor seni dari manca Negara berburu karya seni di Indonesia. Balai-balai lelang eksklusif di luar negeri kerap kali melelang karya maestro seni dari Indonesia. Undangan pameran di luar negeri banyak diteriama oleh para seniman Indonesia. Seiring dengan semakin banyaknya jejaring seni yang dibangun para seniman maupun organisasi seni di Indonesia.
Dari sinilah BYAR Creative Industry berkeinginan menjadi salah satu organisasi di Semarang yang mampu membangun jejaring seni dan fungsi alternatif seni untuk seniman muda.
SASARAN SPESIFIK
BYAR Creative Industry berusaha untuk menjadi organisasi yang dalam programnya menciptakan ladang kreatif seniman muda di bawah 35 tahun. Dari anak muda, oleh anak muda ,dan untuk anak muda. Seniman muda inilah yang nantinya akan disiapkan secara laten untuk menjadi seniman profesional. Sehingga setelah seniman muda tersebut tak lagi bekerjasama dengan organisasi, maka diharapkan ia akan mampu berdiri mandiri untuk menciptakan alternatif baik untuk dirinya dan orang lain.