Senin, Juni 30, 2008

MOHON PERHATIAN

BYAR Creative Industry pindah alamat

bagi yang masih membuka blog ini

kami sekarang bertempat di

Perum BPD II No. 35 Kalicari-Pedurungan, Semarang-ID


dan blog kami adalah

www.beritabyar.blogspot.com


mohon diperhatikan dan dimengerti

terimakasih

Senin, Desember 17, 2007

RAHASIA KONDOM

MEMPELAI ‘KAN JUGA MANUSIA
Oleh: Maretha. MH


I. Tukon Kelamin
Menurut ilmu ekonomi, pasar adalah bertemunya penjual dan pembeli untuk mengadakan suatu transaksi. Tak harus mempedulikan di mana medannya. Sama juga dengan “Pasar Malam Aku dan Dia” di dalamnya juga terdapat tiga kali transaksi yang wajib untuk dilakukan. Soalnya kalau tidak bisa dipenjara. Transaksi yang tak nyata tapi ada, seperti hantu dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sengaja aku (calon isteri) membeberkan dan mengulas tradisi perkawinan Jawa, yang sebentar lagi aku alami juga, dengan harapan agar dibaca dan – siapa tahu – bisa dijadikan sebagai referensi bagi dua ribu orang (calon) tamu undangan. Tukon Kelamin adalah penggabungan dari kata “tukon” yang mengandung arti jual-beli (transaksi) dan “kelamin” sebagai simbol jender “bibit-bobot-bebet” dalam kehidupan sosial kita.
Memasuki tahapan pertama, transaksi yang harus kita lakukan adalah transaksi antara pihak Temanten Laki–laki dengan pihak Temanten Perempuan. Transaksi antara kedua pihak temanten itu disebut tukon (jual beli).
Di Jawa, khususnya Jawa Tengah, yang budaya ketimurannya kental dengan sopan-santun, unggah–ungguh, dan tata krama masih selalu menjunjung tinggi budaya tukon. Untuk urusan transaksional itu pun masih ewuh-pakewuh, khususnya dari pihak orang tua temanten perempuan. Mereka masih sungkan untuk mengatakan berapa jumlah tukon yang harus diserahkan pihak temanten laki–laki. Pada akhirnya hanya bisa menerima berapapun jumlah yang akan diserahkan orang tua temanten laki-laki, walau terkadang masih nggrundel di belakangnya jika tukon yang diberikan terlalu sedikit.
Dan akan merasa bungah (sampai-sampai seluruh warga Kelurahan tahu!) apabila tukon yang diberikan jumlahnya menakjubkan alias buanyak. Pihak orang tua temanten laki-laki juga akan membusungkan dada, angkat kepala tinggi-tinggi, karena bisa memberi tukon dengan jumlah tak terhitung.
Adapun di daerah lain, misalnya di Jawa Barat, juga marak adanya transaksi antara pihak temanten laki-laki dengan temanten perempuan, hanya sistematikanya yang berbeda. Di Jawa Tengah masih ada ewuh-pakewuh (malu-malu kucing), sedangkan di Jawa Barat dalam transaksi tukon itu terjadi nyang–nyangan (tawar-menawar) secara terang-terangan antara pihak temanten laki-laki dengan pihak temanten wanita. Transaksi yang terjadi lebih seru. Bila harga cocok, terjadilah kesepakatan. Kalo harga tak cocok maka bisa kembali ke rumah masing-masing, tinggal pilih berdoa atau masuk penjara.
Terkadang kebanyakan orang tua beranggapan, bahwa perkawinan harus diawali dan dinilai dari pembahasan masalah bibit-bobot-bebet yang memiliki arti garis keturunan, status sosial dan kualitas diri termasuk kekayaan kedua calon mempelai. Pekerjaan menjadi syarat yang mutlak harus dipenuhi sebelum pernikahan. Sebelum mempunyai pekerjan tetap belum boleh menikah. Maksud dengan pekerjaan tetap itu yang bagaimana? Mungkin sebuah pekerjaan yang menghasilkan pendapatan tetap, rumah tetap, mobil tetap, dan isteri kedua tetap. Itu baru namanya jagoan. Apakah pegawai negeri atau mafia pemerintahan juga sudah bisa dianggap mempunyai pekerjaan tetap? Tetap selingkuh dengan atasannya, tetap bolos kerja dan jalan-jalan di mall, tetap korupsi, dan tetap membohongi rakyat kecil seperti kita. Toh kita sebagai mempelai juga manusia. Juga mempunyai ketetapan seperti mereka. Tetap saling mencintai, tetap saling mendukung, tetap bertanggung jawab, dan tetap bisa meraih masa depan. Bukan hanya mereka yang bisa makan dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan tetap.
Menurut cerita ayahku, “Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainNya. Manusia diberi akal dan pikiran, maka hanya manusia bodohlah yang telah diberikan kesempurnaan berupa akal pikiran, cipta, rasa, dan karsa tidak bisa mempergunakan itu semua dengan baik!”
Kini zaman sudah sangat modern. Konon, demokrasi HAM, kesetaraan jender dan humanisme telah menjadi tata nilai baru. Anehnya – ketika masyarakat semakin cerdas – kalkulasi matematis yang bermuara pada nilai ekonomi, status sosial dan harga diri justru mengunggulkan kriteria bibit-bobot-bebet. Persoalan diskriminasi – secara individu maupun sosial – penghormatan hak dan kemungkinan hadirnya peluang meraih masa depan lebih baik acapkali diabaikan. Padahal, jika kriteria tersebut diterapkan utuh dan berkesinambungan, yang terjadi adalah munculnya kompartemen-kompartemen kelas sosial yang terkotak-kotak. Si miskin hanya boleh menikah dengan si miskin, si kaya dengan si kaya, si bodoh dengan si bodoh, si cerdas menikah dengan si cerdas, dan sang sarjana pun harus menikah dengan seorang sarjana. Sungguhlah kasihan.
Jika hal itu terus berlangsung, dapat dipastikan akan melahirkan kecemburuan dan kesenjangan sosial yang menjurus pada pertikaian, baik secara fisik maupun ideologi. Banyak kasus naik ke pelaminan dengan keadaan perut buncit atau bekas aborsi dengan cerminan kondisi sebagai pemberontakan dengan judul memperjuangkan cinta. Tentunya akan sangat merugikan banyak pihak dan memunculkan berbagai macam kecaman dari pihak-pihak yang berlindung di bawah ketiak moral-agama dan tata-krama. Itu semua hasil dari peperangan antara pejuang cinta dan pejuang harta. Transaksi antara kedua temanten tersebut seolah-olah sebagai transaksi kelamin dimana temanten wanita bisa diajak pergi tidur temanten laki-laki setelah ada transaksi secara resmi kedua keluarga. Supaya semua pihak puas dan bangga. Juga berharap mendapat penghargaan yang sah oleh para tetangga. ”Bapak-Ibu ini SAH…?” Maka semua akan berteriak dengan semangat empat limanya: “SAHHH…!!!”

II. Pleasure Tamu Undangan
Kedua adalah transaksi antara yang punya hajat dan tamu undangan. Sang punya hajat tentunya akan memberikan suguhan hiburan dan hidangan demi untuk memuaskan tamu undangan yang hadir. Dengan kapasitas yang sangat mewah dionok-onokke (diadakan dengan terpaksa). Tamu undangan pun semestinya tahu diri, untuk menghadiri sebuah hajatan harus nyumbang dan ngonokke. Akan tetapi pada perkembangannya ada karakter tamu yang lebih anarkis daripada tahu diri. Sudah tahu menunya seharga dua puluh ribu nyumbangnya lima ribu (bercanda lo.., maaf). Transaksi antara yang punya hajat dan tamu undangan memang sangat sensitif. Dari ribuan orang yang datang semuanya ingin berperan sebagai infotaintment. Menghadirkan berita-berita hangat, memburu kesaksian, bercerita, meneliti, serta menekan secara vulgar. Toh mempelai ‘kan juga manusia.
Temanten bagaikan bintang top dan selebriti, ribuan pertanyaan disodorkan. Mulai dari memakan biaya berapa untuk menggelar hajat seperti ini? Sudahkah keduanya bekerja? Habis ini mau tinggal di mana? Sudah punya rumah belum? Sampai dengan pertanyaan, malam pertama mau pakai gaya apa? Gaya gulat atau berenang; gaya katak pun boleh. Terserah kami toh, yang pasti suamiku bisa merubuhkanku dalam keringat kenikmatan. Jangan sampai saling sekap dan saling banting sebab kita hanya punya guling, belum sempat beli ranjang. Maklum begitu sibuk di proyek (maaf…, bercanda lagi).
Hajat bersifat syukuran. Sujud syukur atas karunia dan rezeki yang Tuhan berikan. Semuanya dari tamu undangan, untuk tamu undangan, dan oleh tamu undangan. Perwujudan demokrasi sebuah pernikahan. Sekiranya aku dan calon suamiku hanya bisa mengucapkan ratusan juta miliar ribu terima kasih, jangan diambil hati. Kami juga sangat mengharapkan kehadiran seluruh tamu undangan. Karena kehadiran Bapak\i Sdr\i merupakan kebahagian bagi kami yang tak ternilai harganya (pokoknya semuanya memakai bahasa pasar).

III. Hidangan di Ranjang
Memasuki pembahasan yang ketiga adalah transaksi Aku sebagai istri dan Dia sebagai suami. Sedikit vulgar, porno, dan kehewan-hewanan. Dari mulai buruh, pembantu, tukang becak, dokter, polisi, curanrek, kontraktor, guru, pemuka agama, tentara, pegawai negeri, wiraswasta, mafia, sampai dengan orang terkaya yang memiliki ribuan SPBU. Semuanya wajib melakukan transaksi ini. Sang istri haruslah cantik, wangi, kulitnya bersih, luluran dulu sebelum bercinta, pandai memasak, disiplin mengurus manajemen keluarga, mampu mengurus anak, sampai dengan adegan terpanas di ranjang. Kalo ada yang tak dilaksanakan, maka tamatlah ceritanya. Tentunya untuk semua itu sang suami haruslah memberikan cek dalam jumlah dua juta per bulan, minimal. Kalo tidak silahkan nanti malam tidur di sofa ditemani kecoa. Untuk angka dua juta per bulan di saat seperti ini tidaklah mudah, akan tetapi demi sebuah pleasure yang lelaki dapatkan, masih terlalu murah. Harusnya lebih, minimal satu miliar per bulan. Itu baru setimpal.
Lebih indah menggunakan pemahaman manusia. Tanpa harus ditunggangi semangat dagang atau makelaran. Kita sebagai suami istri sudah seharusnya saling mengerti dan memahami. Bekerjasamalah di setiap kesempatan bukan hanya di ranjang saja. Berhati-hatilah saling menjaga perasaan, jangan sampai bertengkar gara-gara ucapan yang menyakitkan. Usahakan setiap ada kesempatan saling memberikan pujian agar pasangan kita lebih bersemangat. Masih banyak hal yang dapat dilakukan untuk membangun sebuah keluarga bahagia. Tanpa harus saling menyakiti.
Semoga nantinya kami sebagai sepasang suami-istri, mampu tak sekedar memberikan contoh akan tetapi berusaha keras untuk selalu mendidik serta menceritakan perjuangan cinta aku-dia yang indah di mata aku-dia dan Tuhan. Harapan kami berdua transaksi tersebut dapat berjalan dengan lancar dan saling menguntungkan. Segala perbedaan yang kami miliki harus berperan sebagai bunga-bunga rumah tangga. Dan menghasilkan semangat diskusi yang positif.
Semoga transaksi ini menghasilkan buah hati (anak). Doaku sebagai seorang isteri semoga dapat membahagiakan suami dan anakku. Aku tak mau anakku kurang kasih sayang, tak mengetahui siapa kedua orang tuanya hanya karena aku-dia sama-sama sibuk mencari nafkah. Tak layak kiranya aku-dia menghindari merawat anak karena badan letih dan lemah, smoga.
Bila saatnya sudah tiba aku akan dipanggil Ibu dan dia akan dipanggil Ayah. Sudah mampukah aku-dia? Sudah beranikah aku-dia? Sudah kuatkah aku-dia? Apabila jawabnya sudah, maka dekatkanlah hati aku-dia dan anakku dengan Tuhan. Biarkan keluarga ini beribadah dengan rasa cinta dan kasih sayang. Sedangkan bila jawabnya belum, kita harus mengintrospeksi ulang, mengapa kita menikah? Dengan siapa kita menikah? Untuk apa kita menikah? Dan satu pertanyaan yang sangat sakral, mengapa aku-dia ada di ranjang ini?
Jangan terlalu lama mengintrospeksi diri. Karena umur anak kita akan semakin bertambah. Ini semua bukan sekedar introspeksi atau modal materi. Akan tetapi transaksi suami-istri yang harus disepakati harganya, barangnya, ranjangnya, dan siapa pelakunya sejak awal.
Berbahagialah bagi mereka yang masih belum diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bertransaksi di atas ranjang. Kesendirian bukan berarti kesialan, mungkin kesendirian itu juga menyenangkan. Tapi jangan sampai waktu kita habis terbuai dengan kenikmatan menjadi seorang jomblo. Karena kita telah ditakdirkan untuk hidup berpasang-pasangan (makhluk sosial).
“Dan di antara bukti-bukti kebesaran Allah, telah diciptakan istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar – Ruum 21)
Itulah sebuah fenomena yang terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Transaksi yang terjadi di pasar dan transaksi antara pihak temanten laki-laki dengan pihak temanten wanita: Tukon Kelamin dan Hidangan di Ranjang.
Bilamana tukon kelamin benar-benar ada, alangkah baiknya jangan terlalu bersemangat untuk mendapat keuntungan banyak. Karena kita semua pada akhirnya akan menjadi satu keluarga. Sedangkan hidangan di ranjang alangkah baiknya dimaknakan sebagai sebuah hubungan simbiosis mutualistis, saling menguntungjkan satu sama lain. Mampu mendekorasi ruang kamar dengan hiasan keringat-keringat puas dan nikmat. Saling memberi dan saling menerima (take and give). Lestarikanlah hubungan yang seharusnya indah serta kehewan-hewanan ini. Hubungan yang juga mengharuskan prinsip kehati-hatian dan menuntut kita untuk mau selalu belajar dan menerima. Hindari menilai orang dari penampilan saja, siapa tahu dia adalah malaikat Utusan Tuhan. Saling menghargai adalah modal utama kelanggengan sebuah hubungan (relationship). Aku-dia sadar, bahwa aku-dia adalah anak manusia yang bertugas menjadi wayang saja. Sedangkan dalang dan sutradaraNya ada di sana dan selalu mengawasi kita. Jangan hanya berani mengkritik dan menjelek-jelekkan wayangnya saja. Sekali-kali kalau berani kritik dalangnya juga. Mempelai ‘kan juga manusia.
Selamat mencoba dan menyongsong masa depan. Burulah kenikmatan di mana saja. Yang belum resmi jangan lupa wujudkanlah cintamu dengan bahasa kondom. Sebelum menikah alangkah baiknya kita uji coba dahulu. Siapa tahu barang suami kita kualitasnya tak memuaskan (he he he…). Mempelai wanita ‘kan juga manusia.
Terimakasih.

Kamis, Desember 13, 2007

SENIRUPA SEMARANG SAAT INI

KtoK PROJECT SEMARANG


Oleh: M. Salafi Handoyo (Ridho)


Dalam lima tahun terakhir, Semarang tak pernah menelorkan nama hebat dalam senirupa Indonesia bahkan dunia. Khususnya untuk seni dalam media eksplorasi. Dan seharusnya dapat dijadikan contoh bagi generasi saat ini. Sedangkan laju seni saat ini sangat cepat. Ditandai dengan munculnya visual baru: foto, video, digital, printing, obyek, stret art, performance art, sound art serta karya non konvensional lainnya.
Proyek seni dengan nama KtoK PROJECT. Dimana nama dan ide awal lahir dari pemikiran seorang pemilik ruang pamer yang ada di Semarang, yang pada awalnya beliau bersikeras tak mau disebutkan identitasnya.
Project #1, muncul dengan Heroisme. Tema kepahlawan diusung sebagai motivasi individu dalam bersikap positif di lingkungannya. Project #2, dengan Komedi putar, plesetan dari kata Komidi Putar. Sebuah obyek mainan selalu hadir di pasar malam, sebagai penanda anak muda yang energik, seenaknya, tetapi dengan pasti melangkah. Project #3, Dark Brown Sofa. Menghadirkan iconisasi obyek sofa dan gerak tubuh direkam menggunakan kamera serta diolah dalam komputer. Project #4, Sakit? Di Komik Aja! Menghadirkan visual komik yang di aplikasikan ke dalam benda di ruang kos. Project #5, mencoba lebih memahami dunia seni anak muda dengan ungkapan: Senirupa Hidupku, Semarang Kotaku, dan KtoK PROJECT Semangatku!
Kalimat Senirupa hidupku, harus dijadikan pendorong semangat seorang seniman dalam berkarya sehingga tak sia-sia. Bahasan sebuah karya seni, mengingatkan kita kepada pendapat seorang seniman besar:
“Dimana bila seorang seniman membuat suatu barang seni, maka sebenarnya buah keseniannya tadi tidak lain dari jiwanya sendiri yang kelihatan. Kesenian adalah jiwa ketok. Jadi kesenian adalah jiwa.
Jadi kalau seorang Sungging membuat sebuah patung dari batu atau kayu maka patung batu atau kayu tadi, meskipun menggambarkan bunga, ikan, burung, atau awan saja, sebenarnya merupakan gambar jiwa.
Dalam patung, ikan, burung, atau awan tadi kelihatan jiwa sang Sungging dengan terangnya.
Sama kalau saudara bisa mengenal si A, si B, dan si C. Kalau saudara melihat surat atau tulisan mereka, begitu juga kita bisa melihat: Goethe, Shakespeare, Dante, dan Frank Capra, kalau kita melihat tonil-tonil atau film mereka.
Jadi kalau kita kagum karya beberapa seniman, sebenarnya yang kita kagumi bukan karyanya, tetapi jiwa seniman yang membuat karya kesenian tadi.
Tetapi sebaliknya kalau kita tidak bisa kagum pada karya-karya kesenian seseorang, itu sebenarnya disebabkan oleh si pembuat tadi tidak mempunyai jiwa yang mengagumkan.
Jiwa apakah yang bisa mengagumkan? Ialah jiwa yang besar! Dan jiwa apakah yang tak bisa mengagumkan? Ialah jiwa yang kecil!
Jadi ini sudah suatu hukum alam bahwa hanya suatu jiwa yang besarlah yang bisa menciptakan kesenian yang besar.
Sekarang hanya terletak pada seniman-seniman muda bangsa Indonesia sendiri. Kalau dia hendak membuat sesuatu janganlah menyangka bahwa kebesaran sesuatu itu terletak pada hebatnya cerita, pada motif, atau muluk-muluknya titel, tetapi lebih baik peliharalah jiwa muda dengan jalan: Berani hidup, berani melarat, cinta kebenaran, berjuang untuk kebenaran, meskipun musuh dewa sekalipun, tetap sederhana, tetapi kalau perlu angkuh sebagai garuda”. (Sudjojono: Seni Lukis, Kesenian, dan Seniman – Indonesia Sekarang, Yogyakarta 1946) Dikutip dalam buku SENIRUPA MODERN INDONESIA Esai-Esai Pilihan / Aminudin TH Siregar, Enin Supriyanto).
Ayo! Kita harus memilih. Untuk tetap menjadi seniman yang berjiwa kecil, atau seniman berjiwa besar. Bahkan barangkali mampu menciptakan alternatif yang harus angkuh sebagai garuda muda?
Proyek ini diikuti 20 seniman muda perevent, dengan peserta berumur kisaran 20 sampai dengan 25 tahun. Perkembangannya seniman yang terlibat dalam KtoK PROJECT #1 - #5 mencapai 50 orang.
Munculnya pemberitaan di media massa tentang KtoK PROJECT 2007, Kos-to-Kos, dimana menggunakan ruang pamer berupa kos/kontrakan mahasiswa sebagai ruang alternatif. Memunculkan semangat baru, pemikiran baru, dan langkah baru bagi seniman muda.
Menciptakan alternatif baru, propaganda dalam mengubah situasi stagnan di lingkungannya. Menuai hasil yang maksimal, terbukti mampu mengubah beberapa segmen untuk lebih aktif dalam mengkritisi, memberitakan, mendukung, bahkan bersaing dengan KtoK PROJECT. Dan bagi anak-anak muda ini, Semarang mulai terasa sebagai kota yang nyaman untuk berkreatifitas.
Semarang salah satu kota besar, memiliki aktivitas perdagangan cukup energik, karena keberadaan pelabuhan besarnya. Sehingga menarik pedagang dari manca negara pada waktu itu (etnis cina dan etnis arab) untuk mampir berdagang bahkan beranak-pinak membentuk kelompok minoritas. Perkembangannya kelompok minoritas tersebut berubah menjadi kumparan massa berskala besar.
Tak hanya perdagangan, sistem pemerintahan, serta tatanan kota, tetapi berpengaruh pula pada perubahan menuju pembentukan karakter budaya modern. Perdagangan dan perekonomian yang digawangi oleh Etnis Cina. Dengan sirkulasi uang cukup besar, seharusnya mampu memunculkan segmen pendukung bagi perkembangan senirupa yang kuat.
Potensi untuk menuju kearah yang lebih baik memang ada. Tetapi mungkin karakter individu yang diberi kesempatan untuk menjadi segmen senirupa tersebut, belum mampu berjalan dengan lurus.
Indonesia sebagai negara besar membutuhkan semangat kerja keras, agar seniman di daerah mampu memberikan ragam cirikhas dalam citraan visual senirupa. Perbaikan dalam pembentukaan jejaring dan Infrastruktur, membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana yang ekstra besar. Sehingga sangatlah minim kekuatan seniman pada waktu itu untuk memacu diri. Hal ini juga sangat terasa di Semarang.
Segmen seperti pemerintah, museum, media massa, balai lelang, galeri, rumah seni, instansi pendidikan, lembaga seni, dan beberapa segmen yang terbentuk dari masyarakat seperti ahli seni, kritikus seni, pasar (kolektor), seharusnya yang bertanggung jawab penuh untuk perkembangan dan kesempatan mendunia bagi seniman muda ini?
Tetapi dalam praktiknya tanggung jawab tersebut lebih banyak diambil beberapa komunitas atau lembaga seni seperti Yayasan Kelola dan Ruangrupa Jakarta, serta Rumah Seni Cemeti Yogyakarta. Mereka berusaha secara sportif memberikan kesempatan dan pengajaran bagi seniman muda melalui program-programnya menuju arah pengkajian dan pengembangan, baik untuk pekerja atau seni itu sendiri.
Hal ini bisa bandingkan dengan ruang-ruang seni yang ada di lingkungan kita (daerah lain). Sudah mampu bertanggung jawabkah, praktik visi dan misi ruang-ruang tersebut kepada publiknya?
KtoK PROJECT adalah langkah awal sebagai tonggak perubahan menuju arah lebih baik. Selain itu, latar belakang diadakan proyek ini adalah sebagai solusi bagi permasalahan senirupa kota yang didominasi oleh seni lukis. Banyak seniman menekuni bidang seni lukis, tanpa adanya kesempatan lebih baik selama bertahun-tahun. Mungkin juga karena Semarang belum memiliki segmen yang kuat untuk seni lukis seperti halnya Bali,Yogyakarta dan Jakarta. KtoK PROJECT lebih secara luas menjoba mengkaji ilmu-ilmu lain dalam seni, selain seni lukis. Dan mencari peluang-peluang baru bagi seniman muda untuk mendunia.
Permasalahan yang kedua, komunitas atau pekerja seni yang lebih dulu ada, lemah dalam pendokumentasian, penyimpanan data, serta manajemen kegiatannya. Sehingga tak mampu bertahan lama untuk membangun kesempatan dan kerja jejaring dengan komunitas lain. Hal tersebut menyulitkan kami sebagai generasi muda untuk mencari referensi dan pembelajaran bidang seni.
Sedangkan target proyek ini, difokuskan sebagai motivator dan daya tarik. Untuk menumbuhkan minat anak muda dalam mengeksplorasi bidang ilmu senirupa seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan mampu membantu seniman muda dalam berkonsentrasi menjadi seniman profesional. Sehingga mereka dapat menentukan pilihan dan bernegosiasi dengan segmen seni.
Saya tegaskan! Dalam dunia senirupa, seniman muda hanya mempunyai dua pilihan:
Pilihan pertama, mampu bernegoisiasi dengan segmen seni. Dengan catatan antara seniman dan segmen seni tersebut harus saling menguntungkan. Kondisi ini yang biasanya sangat sulit dipraktikan. Tendensi secara pribadi kerap melahirkan sikap menuju eksploitasi sepihak kepada seniman.
Pilihan kedua, apabila tidak mau bernegosiasi dengan segmen tersebut, maka yang harus dilakukan adalah menciptakan alternatif-alternatif sebagai tandingan. Kondisi ini juga memerlukan daya upaya ekstra besar. Kita harus mampu menggantikan fungsi segmen seni yang ada secara alternatif.
Ciptakanlah seni alternatif, ruang alternatif, sistem alternartif, media alternatif, sumber dana alternatif serta fungsi lainnya. Sehingga kita mampu berkreatifitas secara mandiri, dengan catatan tetap berkualitas. Mari kita sama-sama berfikir, terus berfikir, sambil berupaya bagaimana caranya seorang seniman tak hanya mampu dalam menciptakan sebuah karya. Tetapi ia juga mampu menciptakan ruang untuk memamerkan dan juga pasar untuk karyanya sendiri?
KtoK PROJECT tentunya belum bisa untuk dinilai, sudah berhasil atau belumkah, sebagi praktik fungsi alternatif tersebut? Karena ini semua adalah langkah awal dan berjalan dengan spontan di Semarang.
Tetapi dalam perkembangannya KtoK PROJECT mendapatkan respon positif dari beberapa ahli seni, yang kemudian diikutkan serta didukung dalam beberapa event.
-KtoK PROJECT dalam Seminar Nasional Membangun Dinamika Senirupa Indonesia. Galeri Nasional Indonesia. 11 – 13 Juli 2007, Jakarta Indonesia
-KtoK PROJECT dalam Festival Tanda Kota. 15-30 November 2007, Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki Jakarta.
-KtoK PROJECT artists talk di BBC International Radio.
25 November 2007, Jakarta Indonesia.

-KtoK PROJECT dalam Biennale Jogja IX 2007. NEO – NATION. 28 Desember 2007, di Jogja National Museum, Yogyakarta Indonesia.
-KtoK PROJECT didukung oleh Hivos people unlimited. Dalam program pembuatan buku, mengenal dan membongkar lebih dalam KtoK PROJECT. Disebarluaskan secara regional, nasional, dan internasional.
Awal mula dalam persiapan KtoK PROJECT #2, lahirlah sebuah organisasi bernama BYAR Creative Industry. 24 Desember 2007, di kota Semarang. Pada perkembangannya organisasi inilah, yang bekerja keras untuk mengenalkan, mendukung, dan memanajemen kinerja KtoK PROJECT. Proyek ini telah berakhir pada tanggal 10 Desember 2007 lalu.
Tetapi tugas BYAR Creative Industry masih belum berakhir. Ditahun 2008, organisasi ini masih bertanggung jawab untuk mempublikasikan, memamerkan, serta menerbitkan sebuah buku yang didedikasikan untuk semua peserta KtoK PROJECT. Dan program ini mempunyai target, mengenalkan KtoK PROJECT sebagai referensi seni untuk anak muda secara regional, nasional, dan internasional. Semoga!
Tercatat seniman muda yang terlibat di dalam KtoK PROJECT adalah:
M. Salafi Handoyo (Ridho), Ratri Inayatul. B, Mohammad Rofikin, Rudy Vouller, Singgih Adhi. P, Edi. PB, Okky Noviyanto, Titis, Dian, Alfiah, Nasay Saputra, Asep Herman, Juwandi. A, Nahyu Rahma. F, Fahrudin Fatkhurohim, Abikara Widyan. A, Ari Q-Njenk, Irfan Fatchu Rahman, Robby, Martya Dyah Purnamasari, Aris Pradianto, Surya, Catur, Rofian, Khori Teguh Ariyanto, Adinda Surya. A, Rangga, Diky Aulidzar, Erick Lionel, Taufan Affandi, Purwo Widodo, Sugeng Triyanto, Thomas Asep. RP, Abdul Aziz, Fitricha, Siti Noor Aisyah, Lainufara, Fajar A, Firman TS, Kurniawan AU, Dian PW, Anis Sukama, Dhilla Buy, Andan Styoko, Adin, Lanang Q. Wibisono , Fian Fifi, Bagus. T, dan Lina Nurdiana.
Besar harapan, beberapa seniman muda diatas akan selalu aktif dan produktif dimasa yang akan datang. Sehingga jarak kreatif antar generasi tidak semakin panjang. Dan setiap tahunnya memunculkan seniman muda yang berpotensi.
Untuk menutup tulisan saya kali ini, ada hadiah coretan kecil untuk kalian semua:
Nama KtoK PROJECT, pesertanya anak-anak muda.
Merealisasikan mimpi lewat karya, untuk bersaing dengan seniman dunia.
Bukan hanya gerakan berontak dalam seni, dan bukan hanya propaganda untuk mengenalkan diri.
Melainkan alternatif tandingan menemukan jalan sendiri, sebagai penyeimbang seni yang hanya bersifat komersil.
Dibalik pentingnya seni komersil, seni juga perlu dipelajari, diteliti, dikembangkan dan dibongkar.
Sebagai catatan untuk generasi berikutnya, agar mereka memiliki referensi dalam berkarya.
Tak beda jauh KtoK PROJECT, alangkah lebih baik diperiksa, ditanyai, dan dipelajari.
Daripada harus didakwa, ditampar, dimarahi, dan ditolak.
Yakin dan berapi-apilah, kita disini juga memiliki potensi, untuk bersaing bersama mereka.
Kalau bukan kita siapa lagi, untuk mengenalkan Semarang lewat karya.
Dan kami menantikan hadirnya seorang pahlawan, mendukung anak muda tanpa tendensi berlebihan.
Karena kami akan lebih menghargai, segmen yang jelas dalam visi dan misi!
(M. Salafi Handoyo/Ridho).
Terima kasih.